Sunday, December 27, 2009

Di Pesisir Ini Kembali Aku Tulis Sajak

Sepi tlah sunting senja di jendela kalbu
Senja pucat tanpa lembayung merah tergerai
cericit kelelawar tlah toreh menjadi diary rindu

aku yang terpekur dalam kepekatan pesisir
hanya bisa bersajak ke penghujung senja

jejak dan titian yang terlewati
menggamit merindumu
Bayangmu semakin larakan lenaku
dalam langkah tertancap senyum dan tatapan korneamu

Kusingkap makna sebuah kerinduan
Kudambakan rindu dalam sajakku
Di pesisir ini kembali aku tulis sajak

Saturday, December 26, 2009

Di Ruang Ini Ku.......

Di ruang ini,
detak waktu masih berjalan dalam hitungan tanggal yang membisu
awan pekat sejak siang tadi menguapkan panas
membekukan udara yang menggantung

Sketsa wajahmu membentang semu
Kau peluk kembali tubuhku
korneamu menancap perlahan rengkuh sukmaku

dan pintu kubiarkan terbuka untukmu,
mengharap langkah-langkah terdekap rindu,
seperti waktu-waktu yang tlah lalu

Friday, December 25, 2009

Saat Kusandarkan Siluet Bulan pada Langit Kerinduan

Mimpi yang rebah dalam pangkuan malam
ku eja kata yang melekat ditiap labirin otakku
kau pun berikan belaian mimpi lewat tetesan satu-satu
di tiap denting atap kerinduan

kepergianmu tlah mengalirkan sajak-sajak malam tanpa rembulan
meski kata-kata terjalin dalam sajakku
tapi mimpi itu tetap penjarakanku

mungkin malam ini takkan berhenti kurangkai sajak
meski bulan tak hadir indahkan langit malam, tapi kuyakin
esok embun kan tetap teteskan tangisnya di ujung ilalang


siluet mimpi pun terus mengalir seperti nyanyian kerinduan
di tiap detik yang berdentang diantara deret angka yang membisu
saat kusandarkan siluet bulan pada langit kerinduan


Tuesday, December 22, 2009

Pada Gerimis Desember ini

Tersentak aku dari tidur, terkesiap
menyusup perlahan alunan kitab suci
begitu mengalun dari radio tetangga
Aku hanya tertegun, termangu, dan lesu

kupandang jendela tua
berderai korden usang oleh kilatan waktu
murung dan membisu.

membisik angin perlahan,
meluncur dingin dari busur senja
sementara di luar gerimis tetap bergumam
satu-satu menjejakkan kaki ke bumi

perlahan kesenyapan merangkul gelap
menyapaku di buram kaca jendela
entah mengapa
pada gerimis di hari ke 22 ini
aku masih saja merindumu

Monday, December 21, 2009

Rintik Kerinduan di Bulan Desember

Sadaplah gelisah angin di antara riuh gerimis
yang menggemerisik di antara sunyi
tidakkah kau dengar gunjingan tentang gelisahku
ketika senja turun di kelam tak berpenghuni
ada lukisanmu pada latar cakrawala

jingga membara dan kadang-kadang lembayung
tersingkap dalam kenisbian
lihatlah pendar yang disapukan dari rasa ini
sedang malam pun tak pernah bosan sajakkan rinduku

riuh tawa dan simpul senyummu kembali tersketsa
hangatkan dan aromakan rasa dalam hati yang entah terluka
aku tapaki purnama yang tenggelam terenggut awan
dan aku ingin terbenam bersama rintik-rintik
kerinduan yang terus membara

Saturday, December 19, 2009

Jika Saatnya kan Tiba

Jika saatnya kan tiba,
musim berkelebat membuka halaman baru
gugusan awan ranum berarak
tetes satu satu pertama pada senja pertama setelah kau berlalu

Biduk tak lagi tenang menari di ombak
seakan ingin merapat ke dermagamu
Menyibak kabut keraguan
Lalu merebah hasrat di dermaga rindu

Jika Saatnya kan tiba,
di semburat merah ujung senja
kan kubingkai binar korneamu
dalam album gairah jiwaku
kujadikan lukisan indah dalam sajakku

berhiaskan leleh cahaya bulan melumuri langit
dipendar semilir angin pesisir
membelai lembut kata-kata pujangga

Jika Saatnya kan tiba,
kubuat kau tak lelap tidur
bersama merajut impian yang tak segera usai,
mengalir genangan cinta dipalung kalbu
dalam getar cumbu tak berkesudahan
hingga munculkan sajak-sajak baru

Friday, December 18, 2009

Bersemayam tiba-tiba senyummu disudut sukma

Bersemayam tiba-tiba senyummu di sudut sukma
saat waktu tasbihkan kau berlalu
tangis angin menukik di sudut gedung
dan seratus kornea mata memandang senyum itu
menembus asa yang tak tersampaikan

siapa yang pahatkan rasa ini,
kala senyummu yang mungil
bagai pualam murni bersorak
dalam senja lahirkanmu

senja terlalu merah dan langit pucat di titik-titik peluhmu.

aku lukis dan kenang
garis biru di antara kelopak matamu
tipis dan lembut di setiap angan

seekor kupu-kupu tlah taburkan benih
hingga tumbuh aneka warna
seperti pendar pelangi....

Bersemayam tiba-tiba senyummu di sudut sukma
saat waktu tasbihkan kau berlalu
ku kenang saja senyummu itu



Wednesday, December 16, 2009

Entah Pada Siapakah sajak ini kutulis

Akan ke manakah senja melayang
tatkala rintik satu satu nan muram
memecah secercah senyum di balik awan
entah pada siapakah sajak ini kutulis


pekat dalam kabut rindu meradang
terbayang engkau tersenyum sambut korneaku
turun dan berbisik tepat di sampingku

belenggulah seluruh tubuh dan sukmaku
kuingin manja dalam dekap katamu
hingga sajakku dan sajakmu menyatu
dalam goresan dahaga kata kata

Akan ke manakah senja melayang
untuk siapa kata kurangkai hingga sajak
pecahkan bulan dalam dekap ombak
hingga gugurkan hati dalam dahan-dahan kerinduan

Wednesday, December 9, 2009

Sebuah pengakuan

Kesibukan telah bikin aku terbelenggu dalam penjara retorika. Sebuah kenistaan ketika aku melupakan sastra, aku benar-benar tidak percaya. satu bulan penuh aku terombang-ambing institusi dan keformalan. jiwa seni dan sastraku dalam berbahasa pun perlahan memudar seiring keformalan yang sering aku lisankan. kini aku pun kembali merangkak perlahan tuk bangkitkan jiwa yang meradang. maafkan aku teman, apabila abaikan sastra selama sebulan terakhir ini.