Tak Mampu

Kertas dan layar tak mampu lagi ungkap cerita
terlalu banyak scene tak jua mengikat kembali rasa
terlalu sering menghujam meruang iringi malam

kukabarkan lagi padamu 
tentang gundukan merah  

masih saja kusinggahi 

kurapal rindu 

tapi kau tak pernah ada

cerita ini tak pernah kuselesaikan

kau paksa endingkan, hingga

tak lagi mampu rangkai alur baru

Kabut Mimpi

hadir kau tibatiba

kejutkan aku saat lelap menyergap

menyeruak wangi

sebuah dejavu 

perlahan menyublim dalam dingin

merupa kabut menghilang 

Bibir dan Air mata

kusembunyikan luka pada bibirku 

kusembunyikan lara pada bibirku 

kusembunyikan rasa pada bibirku

kusembunyikan asa pada bibirku

hanya saja mataku tak mampu mencegahnya

hanya saja mataku tak jua menahannya

hanya saja mataku tak bisa bohong

bening itu menitis bergelayut menyibak pipi,

bersemayam manja pada sudut bibir

Kan Entah pada Apa

satu satu huruf  menata mewujud kata
tak kuasa cegah mejadi frasa hingga muncul remah remah kenangan
mewujud alur saat kalimat terangkai menjadi bait dan paragraf
tiada yang mampu cegah paksa hadirkan bayangmu
tak mampu kau berucap hanya menunduk 
entah pada apa kan entaskan rindu menggelegak

mbuh

ah entah

Pahit

puncak dari sebuah langkah 
dua hasil yang kan hadir
manis 
pahit
bila kehendakNya memang pahit 
sebelum manis
laluilah pahit itu

Kursi

 lupa
sengaja
atau kah
ambisi
berguguran rasa satu satu
yang dulu ada padamu kini hilang semua
sirna tak tersisa

Mengapa

UjianMu sungguh membuatku goncang
kuingin istiqomah dalam perubahan ini
Engkau selalu hadirkan dinamika
hingga kadang goncangan itu membuatku goyah

Ikhtiar

terseok dalam tanjakkan 
langitkan doa di tiap langkah
peluh ngilu dan perih 
pelangi kan bercahaya kelak

Takdir

Begitu nyata 
tiap kejadian 
bukti akan qodo dan qodarMu
semua kembali padaMu
rencana adalah skenario dan harapan
peristiwa adalah bukti KuasaMu

Lelah

bukan menyerah
hanya butuh berserah
apalah daya 

lilaning ati

tak ada yang perlu disesali

Air mata Lek Sarto

 

Lek Sarto mung nyawang HPne, suwe anggone nyawang nganti katon kosong pandangane.

Sansoyo nggrantes anggonku nyawang awit luh tumetes nyebrang pipine trus anjlog nang mejo, lek Sarto tetep ora obah.

"mbok mpun to lek, ampun kejeron anggone menggalih perkawis, jan jane wonten punopo?"

Iseh ora obah meneng lan luh terus mrebes mili, aku lan lek Karman mung ndomblong bingung ora tinemu jawaban.

"Mas guru, pripun niki, aku malah bingung, gek gek kang Sarto kesambet nang wet mburi iku"

"husss, sampaian niku lek, senengane kok horor"

Lek Sarto nginguk ngiwo nyawang aku lan lek karman kanti ilun ilun anggone mengo.

"aku ora kuat yen ngene terus, aku ora iso nyukupi kebutuhane genduk"

"lha pripun tho, jenengan malah iso duwe cageran warung iki, kae sawangen liyane do ambruk rak jelas juntrunge" lek Karman nyaut

"nanging piye ya, aku mumet lan kudu piye iki...."

" lha to malah dresulo terus, uwes to"

"mpun mpun, janjane wonten punopo, cerito to lek..."

" ngeten mas Guru, ngeten.... Nopo niku.... Ahh.... Segane ora iso mateng!"

"pruut ahh mung sego wae ndandak nangis, wes ki kopi susu" lek Karman ngadeg mbayar trus lungo

"lek, arep nangdhi..." lek sarto nggembor

"nggolek sego nang warung liyo"