Sunday, November 23, 2014

Gigil Daun

gelegar di langit benar-benar terus menggelinding bagai bola
rintik sesaat lalu tak lagi berisik
pun angin gigilkan daun mengembara pada sisa usia di ujung ranting

Malam Tak berlampu

Pun gelap menyergap tibatiba,
Beriring gelegar merdu gaduhkan langit, sesekali kerlip kerlip memanjang silaukan suasana,
Rintik perlahan tak terdengar, simponi genting tlah berlalu,
Menyusup perlahan wajahmu di antara melati basah di ujung tangkai, hembuskan malam syahdu perlahan.
18 Nov 14

Sunday, November 16, 2014

larut dalam kerinduan

tenggelam dalam dingin ac
memandang burung besi lalu lalang dengan deru memburu
rintik satu-satu mulai membasah
gelisah puluhan wajah memandang jam
duduk beringsut, sekedar membaca, buka tutup hape
jerit si kecil, tawa riuh sekelompok TKW membuncah suasana
kau tibatiba melintas tersenyum dan ketukketuk kaca
aku pun larut dalam buai kata paksa aku tuliskan sajak



soetta
15 nov 2014

Saturday, November 15, 2014

Puisi Kenangan Tentangmu

luruh bayangmu menyublim meruang pada dingin senja
pun aku pungut satusatu sketsakan senyum walau tanpa suara
mengendap harum tubuhmu menyusup hangatkan sunyi
meremang siluet labuhkan senja pada kedua pipimu
rengkuh rasa penuh rahasia berlarian menahan mendung
agar sisa purnama terangi ronamu, simpulkan senyummu

pun persimpangan terus berlalu
kesumat semakin bergetar
bergumul detik detak berdegup alirkan puisi
puisi kenangan tentangmu

Friday, November 14, 2014

serupa angin

serupa angin
entah ke mana kan mengalir
terlampau sering kau bergelayut pada batas lamunan
luruh dalam secercah harap
lepaskan pagutan sunyi

masih seperti dulu

pun aku menemukanmu
tersenyum di sudut atas ruangku
masih seperti dulu
kau kenakan gaun panjang kesukaanmu
hanya sedikit beda
kau semakin pucat sekarang

Friday, November 7, 2014

purnama tak sempurna

purnama usung keranda menuju sunyi pada kliwon pertama bulan november
rapi terbungkus waktu pada kesekian kali luka kau torehkan
duka bertumpuk pada jasad hati, bukan tumpah air mata iringi malam
purnama usung keranda menuju sunyi pada kliwon pertama bulan november
genap duka teriring rapal sesal yang takkan kembali genap pada limabelas almanak jawa, purnama pucat berselimut tipis membuai langit

riwayat suka tiada tercatat, tiada terulang dalam pandangmu
tangis nostalgia membolak balik detik iringi kepulangan hati pada sepi
tubuh ringkih rubuh tertusuk lidah pada purnama kesebelas tahun ini
tiada perlu lagi kau rapal rindu untuk ziarahmu kelak
purnama usung keranda menuju sunyi pada kliwon pertama bulan november
meniti setapak pada titiktitik luka, meremang singkap alur tanpa ending sempurna
esok kan tiada lagi lembar putih berisi ceritamu, kau t'lah dapatkan gambarmu, sketsamu, bahkan sosok yang dapat kau jadikan sandaran pundakmu
purnama usung keranda menuju sunyi pada kliwon pertama bulan november
alunan azan menggema bersahutan dari surau ke surau
alunan sholawat antarkan jasad tak berwujud terkafani luka rebah dalam sajak mengantar purnama tak sempurna
6 November 2014
Di2k

masihkah ada ukiran namaku

halimun membuka pagi merekah di antara tetes tetes bening di pucuk daun
aku ingin menatap matamu dengan segala keteduhan
aku ingin menyulam senyummu dengan segala keikhlasan
dan aku ingin meraba bathinmu masihkah ada ukiran namaku

semburat itu belum sempurna

memerah langit berselimut kabut tipis
semburat itu belum sempurna
kerlip satusatu perlahan padam tinggalkan malam
lari bersembunyi di balik perdu gedung terusir pagi
suramadu memanjang membelah selat tergambar jelas di depan
di antara kelok jalanan mulai merayap satusatu mainkan klakson
geliat t'lah kembali berjalan dalam detik kehidupan
rabu kembali sapa alunkan simponi berselempang semangat
rela berbagi ikhlas memberi
dengan kata kembali ku sapa kamu di dingin pagi

Kupetik sekuntum mawar

kupetik sekuntum mawar pada pipimu
kusulam rindu di tiap kening waktu
seperti gerimis menjelma hujan
kenangan itu selalu beriring
rindukan pelangi
melengkung di atas telaga rindu

kupetik sekuntum mawar pada pipimu
mengerang kata, berteriak ingin ungkap rasa
seiring gerimis menjelma hujan
sapa berkali tak kau dengar,
takkan lagi aku bermimpi,
waktu sembunyikanmu berpeluh kabut.....
tak terdengar lagi,
sendiri buka lembaran lalu
masih ada secuil senyum itu

aku tahu

memandang deretan lampu memanjang di antara kerlip lalulalang
dan lagilagi kamu menggoda dari balik jendela
berkendara angin kau ketuk jendela
walau aku tiada mengerti makna senyum itu
aku tahu, kau pun merindu