Monday, January 31, 2011

Denting Rinai dalam Cawan Hati Berkabut

Denting rinai dalam cawan hati berkabut
Celoteh rindu menginggau dalam letihku
kujemput rindu dan kutorehkan dalam sajakku
terkapar di relung hati yang purba,
merangkai sajak, menggumam lisan berderak
hingga kelu lidahku

kau maknai saja sajakku yang bertutur gagu
aku hanya ingin biarkan degup jantung kita yang bersahutan,
mencipta sajak baru

Pada mendung langit ini maknai sajakku
kepurbaan beku menyumbat di imajinasi
tersketsa alis matamu
sebait sajak luka yang mencoba sapamu
menjadi simphoni bara dan lara

Tapi tak ada sahut terdengar,
tiada tangan kau genggam semua kelam
kubayangkan angin membadai menyambar sukmaku
di sepanjang musim kurindui desah dalam sajakku

Sudah tak perlu lagi kau maknai sajak-sajakku
rumah bambu dan selimut sepi, teriris suara kicau diantara rasa
Kenangan kini menjadi sepotong syair
terdampar di tiap detak dan detik serta tanggal membisu
bersama pasir di pesisir menyisiri gemuruh badai nafasmu.

malam menjelma jeritan air mata
dan tak ada yang dapat memaknai sajakku
rindu itu menunggu, menjerit, menembus pucat cakrawala
hingga langit terkepak di sayap burung gagak
gerimis debarkan degup dengan mantra-mantra lelayu
terperanjat lalu menjerit saat malam berpeluk.

Sediakah rindu usang ini sejuk oleh bening rasamu
meski kata, frasa dan kalimat dalam sajakku.

Sunday, January 23, 2011

Berderak pada Sajak

Runtuh dedaun ranting dihujam puing-puing gerimis
hingga lubang luka menganga membiru dan membatu
lengking burung gagak mengusik tiap liang usik senyap
dalam gelap rasa menginggau

lirih suara parau tak terabjad terucap tertekan dalam
sudut otakku
berpilin bagai labirin membentuk relief relif ilusi tentangmu
rembulan tetap terselubung mendung
imajiku tersulut pada retak malam

terpaku saksikan serpih rasa terserak angin mendesah menggamit resah
kaku pun berderak terhenti pada alur yang takluk pada sajak.

Friday, January 21, 2011

Drama Kehidupan



perjalanan adalah sebuah drama kehidupan

ingin kulukis rupa gundah gulanamu

ingin kurangkai sketsa amarahmu

aku tak pernah bisa imajinasikan semua

bersemayam di sudut hati memori tentangmu

kutitipkan saja pada sebuah sajak

Untuk kau baca

jangan pernah lagi ada duka

Tuesday, January 18, 2011

Kau dan Makna dalam Sajakku


Kucetak jejakmu di tiap lorong labirin jiwa dan hatiku
bisa kua lihat sajakku tetap kutulis dengan bahasa kalbu
Akan kutulis tentang jejakmu
selaksa sukmamu meradang dan dukamu meredup

Pandanganmu pada masa depan adalah asa
lihatlah pada tiap indah kalimat sajakku
akan terlukis lembayung dalam langkahmu
pelangi indah warnanya, selaras irama rasamu
jejakmu kan beri makna dalam sajakku

pada setiap lembut tutur sajakku berharap rembulan berpihak
hingga terang semua kenangan di bening matanu
jejakmu kan beri seribu makna dalam sajakku

Saturday, January 15, 2011

Bersama Dingin Senja Ini

Selambai dingin senja ini

terlukis rajutan memori

tersketsa wajahmu

yang tertanam menjadi satu warna

dalam ruang memoriku

bersama dingin senja ini

luruh asa berpayung mendung

Friday, January 14, 2011

duka malam duka hati

Mendung masih menggelayut hingga pekat ini,
Menusuk malam hingga ke ulu hati.
Perih yang menyeruak,
bagai nisan di pekuburan hati, koyak asa yang berdenting,
Hingga luluh lantakkan mawar di atas pusara jiwa

Tuesday, January 11, 2011

Selaksa Mantra dan Sajak

Rembulan pucat ditikam rintik satu-satu
seperti lunglai daun putri malu di sela-sela ilalang
aku sedih tak bisa menjamah semburat pelangi

buai malam adalah selimut kelelahan
mencari dan mengais kesejukan di peluk kelam
sungai rindumu tawarkan asa
seperti ombak yang menderu
sergap keperkasaan karang

inilah azimat batin
selaksa mantra dan sajak dipermadani hatimu
di pesisir ini kuabadikan
bayang tubuhmu dekap rinduku

Monday, January 10, 2011

Ziarah Puisi

sajak yang kutulis lewat semburat senja
padamu tak lagi tertahan oleh gigil angin
terjepit kesadaran, cinta dan kehidupan,
puisi dan sajak masih lekat di angan ini
setiap kali aku mengingat akhir perjalanan sebuah puisi

seperti batang bambu yang begitu indah kugenggam
setiap kali mengeja larik arabiah dengan kaligrafi
meski ku tak begitu hafal, tetapi bukankah itu puisi yang kan kubukukan
dengan melati biru di kehidupan berikutnya nanti?

zikir adalah setiap pijitan jemari di kening
adakah yang lebih mujarab dari merjan tasbih teruntai dari air mata ini?
biarlah kenangan tersaput jelaga dari perapian kehidupanku.
pekat lukis malam agar tersedia ruang untuk fajar esok,

jangan kau bacakan sajak-sajak untuk mengenangku,
cukup segenggam tanah dari kubur hatimu
untuk bisa ku genggam dalam tidurku.
agar kulihat kau tersenyum.

hanya getar jemari
dan sedikit kata mesra
antarkan persemayaman puisi dan kehidupan

Saturday, January 8, 2011

Dalam Diam Aku Merindumu

duduk di meja penuh tumpukkan buku
membisu dalam kebekuan rasa

yam cha, laila majnun, godlob,
anak bajang menggiring angin,
pada lingkar puting susumu,
pengakuan pariyem, tarian bumi,
ronggeng dukuh paruk......
menatapku diam

maafkan aku bila tak lagi buka
bukan aku benci
bukan aku tak peduli

tataran kehidupan berlalu
bagai karya sastra terdahulu
kehidupan kan selalu berimbang
antara masa lalu dan sekarang

dalam beku aku masih terpaku
tatap buku-buku membisu
dalam diam aku merindumu