(Saduran Cerpen Bawuk "Seribu Kunang-kunang di Manhattan" karya Umar Kayam)
Penulis naskah: Nurhadi,S.Pd
Sutradara/pengatur laku: Nurhadi,S.Pd
Musikalisasi : Tim Komunitas Tetas
Lighting : Tim Komunitas Tetas
Scann 1
Sang surya belum sempurna kembali ke peraduannya. Langit bagaikan kanvas raksasa yang dipenuhi warna seperti merah, kuning serta nila yang sedemikian serasi dipandang mata. Nyonya Suryo duduk di kursi sambil mengamati sepucuk surat yang baru di terimanya
Nyonya Suryo: Oh! Rupanya surat dari Bawuk (MEMBUKA AMPLOP SURAT)
Alangkah asing surat dari Bawuk ini! Asing sekali.
“Akan datang Sabtu malam ini. Wowok dan Ninuk saya bawa. Sudilah kiranya Ibu selanjutnya menjaga mereka”
Kalimatnya begitu sederhana dan apa adanya. Padahal setahuku, dulu surat-suratnya selalau penuh dengan cerita tentang orang-orang di sekitarnya. Surat sep[erti itu lebih cocok dengan pribadinya yang ceria dan ramah. (BERPIKIR TENTANG SESUATU)
Kupikir semua anak-anakku mesti hadir pada waktu Bawuk datang . masih ada waktu beberapa hari untuk mendatangkan mereka semua. Tapi... apakah keputusan ini baik? Apakah ini tidak akan menimbulkan ketegangan antara anak-anakku? Bukankah kakak-kakaknya tidak begitu suka dengan aktifitas suaminya yang adalah seorang komunis? Ah... Tidak! Bagaimanapun Bawuk mesti dipertemukan dengan saudara-saudaranya.
***
Scann 2
Setelah Bawuk dan kedua anaknya mengikuti Hassan, suaminya. Mereka tinggal di daerah T dan tinggal di rumah Camat. Bawuk pun aktif dengan kegiatan organisasi dan menjadi pemimpin dari Gerwani, sedangkan Hassan masih menjalankan aktifitasnya. Sampai suatu hari masuklah info tentang pembersihan di daerah S oleh para tentara. Kerena kurir Hassan tidak muncul, maka Hassan dan anak buahnya yang terdiri dari para petani pun melakukan perlawanan.
Kekalahan dari pihak Hassan inilah yang membuat Bawuk harus tinggal berpindah-pindah untuk mencari kontak dengan suaminya. Sampai akhirnya Bawuk mendapat informasi tentang keadaan Hassan di daerah M.
PKI : Saudara Hassan sekarang berada di selatan dengan banyak kawan dari Jakarta. Setelah kehancuran pertahanannya di derah T tempo hari, dia berusaha kembali menyusun kekuatan dengan para petani.
Bawuk : Mangapa Mas Hassan tidak memberitahu saya?
PKI : Dia terlalu sibuk!
Bawuk : Sibuk? Juga terhadap istrinya?
PKI : Ya! Partai dalam keadaan sulit. Saudara tahu hal ini, kan?
Bawuk : Tahu? Selama ini, apa yang kalian kira saya kerjakan?
PKI : Kenapa masih mengeluh tidak ada kontak dengan saudara Hassan?
Bawuk : Dia suamiku. Aku istrinya!
PKI : Sudahlah! Saudara tahu, bikin kontak bisa membahayakan Saudara Hassan. Dengan demikian juga bisa bikin buyar semuanya. Harap saudara ingat! Yang kita hadapi bukan intelejen TNI.
Bawuk : Bukan?
PKI : Bukan! Yang kita hadapi CIA. Yang lainnya Cuma embel-embel saja.
Bawuk : Lantas... Apa yang mesti saya lakukan?
PKI : Menunggu. Tunggu sampai Saudara Hassan bisa menghubungimu. Waktunya pasti akan datang. Selamat siang! (BERJALAN KELUAR)
Bawuk : Hah... Bagaimana nasib kedua anakku kelak? Sudah setahun mereka tidak sekolah dan semakin hari, mereka semakin menarik diri dari pergaualan. Si Ninok akan cepat sekali merasa jengkel dan merajuk saat bermain dengan teman-temannya. Sedangkan, Si Wowok lebih suka bermain sendiri dan melihat setiap ajakan bermain dengan kecurigaan dan sikap was-was. Padahal dulu, saat Mas Hassan masih berada di sini mereke adalah anak-anak yang periang dan ceria. Tidak! Mereka tidak boleh seperti ini. Mereka harus tinggal di lingkungan keluarga yang normal, mereka harus sekolah. Tapi... dimana? (BERPIKIR) Ya! Tempat yang paling baik untuk mereka adalah rumah Mammie. Sekarang akau akan menulis surat kepada Mammie.
***
scann 3
Bawuk : Nuk, Wok, sini Ngger!
Wowok + : Dalem, Bu.
Ninuk
Bawuk : Ngger, besok kalian ibu antar ke rumah Eyang.
Ninuk : Dengan ibu?
Bawuk : Ya, ibu yang antarkan.
Wowok : Ibu cuma antarkan?
Bawuk : Ya, kalian harus tinggal bersama Eyang. Kalian mesti sekolah lagi.
Wowok : Ibu mau kemana?
Bawuk : Ibu kembali kemari. Ibu mesti mencari Bapak.
Ninuk : Bapak dimana sekarang?
Bawuk : Bapak sedang berjuang. Ibu mesti menunggu Bapak.
Wowok : Nanti kalau Ibu sudah ketemu Bapak, Ibu akan datang menjemput Wowok dan Ninuk?
Bawuk : Tentu saja, Wok.
Ninuk : Apa Eyang suka bikin bubur ketan hitam?
Bawuk : O, ya. Dan lainnya juga, ada klepon, kolak pisang, kue mangkok, semua kesukaan Ninuk, kan? Kalian pasti senga tinggal disana. Ayo sekarang bantu Ibu berkemas!
***
scann 4
Nyonya Suryo : Aku tidak tahu keadaan Bawuk yang sesungguhnya sekarang. Juga tentang rencananya selanjutnya. Yang kita ketahui Cuma maksudnya untuk menitipkan Wowok dan Ninuk. Apapun yang akan menjadi rencananya, mari kita bantu bersama-sama.
TOK! TOK! TOK!
Nyonya Suryo : Sepertinya Bawuk sudah datang. Sumi, tolong bukakan pintu, ya?
Sumi : Baik, Mammie. (MEMBUKAKAN PINTU) Wuk, kau sudah datang?
Bawuk : Iya, Yu Sumi. Mbak Yu ada disini?
Sumi : Iya.
Nyonya Suryo : Wuk, Ngger!
Bawuk : (MENCIUM TANGAN DAN KEDUA PIPI IBUNYA) Mammie, apa kabar, Mammie?
Nyonya Suryo : Baik, Wuk! Ayolah duduk! Ninuk, Wowok, ayo duduk sama Eyang! (HANYA NINUK YANG MENDEKAT, WOWOK MALAH SEMAKIN LEKAT MENEMPEL DI BELAKANG IBUNYA) Kapan kalian datang? Wok, Nuk, ayo kenalkan! Ini Budhe Sumi, yang itu Budhe Syul, lalu yang ini Budhe Tini. Ayo Nak, kasih salam kepada Budhe! Sebentar ya? Mammie ambil minum dulu ke dalam. Sebentar ya, Wuk?
Bawuk : Ya, Mammie.
Tini : Kau kaget Wuk, kami datang kesini?
Bawuk : Kaget sih tidak. Cuma heran sebentar. Tapi saya senang sekali lho!
Sumi : Wuk, kamu kelihatan tuaan sedikit. Tapi kamu tampak sehat sekali.
Bawuk : Terlalu banyak urusan, Yu Mi. Sebentar lagi saya pasti sudah keriputan semua. Sebalinya, Yu Sumi tampai makin segar dan muda saja.
Sumi : Ealah, Wuk, Wuk! Kau ini bisa saja!
Syul : Kau ini dari mana, Wuk? Kok tadi datang naik becak?
Bawuk : Wah, susah ceritanya, Yu Syul. Gonta-ganti tempat. Tadi kami datang dari M naik bus.
Tini : Naik bus? Begitu saja?
Bawuk : Ya, begitu saja.
Nyonya Suryo : (MASUK SAMBIL MEMBAWA MAKANAN DAN MINUMAN) Sudahlah. Jangan banyak-banyak dulu kalian tanya adikmu. Wuk, kau minum dulu teh hangat ini.
Bawuk : Baik, Mammie.
Nyonya Suryo : Ayo, Nuk, Wuk, Eyang antar ke dalam. Kalian pasti lelah, kan?
(MENGANTAR WOWOK DAN NINUK KE DALAM)
Sumi : Jadi, kau masih akan kembali ke M, Wuk?
Bawuk : Ya, Yu Mi.
Sumi : Kapan?
Bawuk : Besok, pagi-pagi betul. Kira-kira waktu subuh.
Syul : Tinggal beberapa jam lagi, Wuk.
Bawuk : Benar, Yu Syul.
Tini : Apa yang kau kerjakan di M, Wuk?
Bawuk : Menunggu. Ya, menunggu, Yu Ni.
Sumi : Apa dan siapa yang kau tunggu? Hassan? Come back-nya PKI?
Bawuk : Saya tidak tahu secara pasti lagi, Yu Mi. Mungkin sekali yang mendorong saya tetap menunggu adalah Mas Hassan, suamiku.
Tini : Kalu begitu, kenapa tidak menunggu disini saja. Kau bisa menemani ibu sambil menunggui anak-anakmu. Aku bisa membantu mengusahakan perlindungan dan surat-surat yang kau perlukan.
Bawuk : Aku condong untuk tetap memilih menunggu di M, Yu Ni.
Tini : Kalau begitu, kau tidak hanya menunggu di M, kau pasti ada tugas-tugas tertentu dari kawan-kawan Hassan.
Syul : Tunggu! Tungu! Biar ganti saya yang bertanya.
Tini : Baiklah, Yu Syul.
Bawuk : Wah, ini namanya interogasi, Yu Syul.
Nyonya Suryo : (MEMASUKI RUANGAN) Bawuk, anak-anakmu sudah aku tidurkan. Mereka kelihatannya lelah.
Bawuk : Terima kasih, Mammie. Baiklah, Yu Syul. Silahkan.
Syul : Wuk, apa kau anggota PKI?
Bawuk : Bukan!
Syul : Maksud belum?
Bawuk : Aku istri Mas Hassan!
Syul : Kau tidak menjawab pertanyaanku!
Bawuk : Yu Syul... Aku sudah menjawab pertanyaanmu. Aku kira, ini sudah menjelaskan denga seterang-terangnya.
Syul : Baiklah, aku harap aku bisa mengerti.
Sumi : Wuk, kalu kau bukan PKI, bagaimana kau masih bisa menjalankan tugas-tugas yang diberikan mereka.
Bawuk : Yu Mi... Terus terang saja saya sendiri kurang mengetahui secara pasti. Selama ini aku menciba mngerti hubunganku dengan PKI, ternyata tidak gampang.
Sumi : Dimana letak kesulitan itu? Kau ikut suamimu memberontak, kau patuh terhadap instruksi kawan-kawannya. Buatku, itu tidak terlalu berliku-liku untuk mengerti hubunganmu dengan PKI, Wuk.
Bawuk : Mungkin buatmu, Yu Mi... kau selalu bisa berpikir jernih dan logis sejak masih di HBS dulu.
Sumi : Lho, jangan ngeledek dong, Wuk !
Bawuk : Tidak, Yu Mi. Sungguh, aku iri dengan kemampuanmu melihat segala persoalan dengan tenang, sederhana dan begitu sistematis. Saya sendiri selalu kesulitan di dalam mencoba mengerti hubunganku dengan PKI. Satu-satunya hal yang terang bagiku hanya hubunganku dengan Mas Hassan.
Tini : Bagaimana? Di PKI kan?
Bawuk : Betul, Yu Tini. Tapi hanya itulah yang menjelaaskan kaitanku dengan PKI. Yang lainnya saya... saya kurang begitu jelas. Sungguh itu suatu yang komplek, meskipun buat saya sendiri.
Syul : Wuk, kau tahu artinya pengkhianatan buat negara?
Bawuk : Masya Allah, Yu Syul.
Syul : Baiklah, aku kan mengganti pertanyaanku kalau kau mau. Menurutmu... Menurutmu bekerja untuk PKI itu berbahaya atau tidak?
Bawuk : Berbahaya, Yu Syul. Kalau tidak saya tidak perlu menyerahkan anak-anakku kemari.
Syul : Hanya buat kau dan anak-anakmu saja?
Bawuk : Tidak, buat bayak orang. Buat kau juga.
Syul : Apa kau tidak merasa bersalah dengan membantu satu aktifitas yang membahayakan untuk banyak orang?
Bawuk : Aduh, Yu Syul. Sedih saya kalau kau bertanya tentang salah dan tidak salah. Dari sudut pandang keluarga ini, perkawinanku denga Mas Hassan memang sudah salah. Andai aku menikah dengan seorang akademikus yang bukan seorang revolusioner dan komunis seperti Mas Hassan, bukankah semua sudah beres.
Syul : Wuk, itu tidak benar. Kau tahu tak seorang pun dari kita menghalangimu waktu kau memilih Hassan sebagai jodohmu. Aku kira kau belum menjawab pertanyaanku, malah terkesan kau mau menghindari.
Tini : Wuk, kau jangan merasa terlalau kami pojokkan. Kami cuma tidak ingin kehilanganmu, Wuk. Kau adik bungsu kami dan Ibu sudah tua dan kesepian. Kenapa kau tidak terima saja usulku agar kau tinggal disini, menunggu sampai semuanya tenang kembali.
Bawuk : Yu Mi dan Mas Sun. Mas Mamok dan Yu Tini. Yu Syul dan Mas Pik. Mammie dan Pappie. Ingatkah kalian, dulu Eyang pernah bertanya tentang cita-cita kita. Yu Mi menjawab ingin menjadi istri seorang dokter, Yu Syul ingin menjadi istri seorang arsitek dan saya sendiri, kerena kecintaanku pada kebun, saya ingin jadi istri seorang landbow-consulent. Kita tahu impian kita itu adalah impian yang dibangun dari kemauan orang tua. Pappie yang adalah seorang onder dengan karier gemilang. Begitu juga Mammie, seorang Den Ayu dari Solo yang ingin melihat anaknya terus mengibarkan bendera kepriyayenan. Saya tahu tak seorang pun dari kalian menjadi seperti yang kalian inginkan. Tapi paling tidak, kalian telah mencapai apa yang orang tua kita mau. Yu Mi dapat Mas Sun, seorang Brigjen. Juga kau Yu Syul, kau dapat Mas Pik, seorang Dirjen yang tentunya lebih terpandang dari seorang arsitek. Dan Mas Mamok, meskipun meski harus melewati jalan yang berliku akhirnya bisa menjadi orang yang bertitel akademis yang cukup terpandang di masyarakat dan mendapat Yu Tini, sebagai istri. Dan aku? Aku kawin dengan seorang pemimpin gila, yang SMA pun tidak tamat. Malah berhenti sekolah, menjadi marxis, belajar intrik, kasak-kusuk lagi, mimpi lagi dan akhirnya malah memberontak.
Tapi Mas-Mas, Mbak-Mbak, Mammie dan Pappie. Itulah pilihanku, lepas dari dunia kepriyayenan. Dunia tempat Mas Hassan berada yang penuh dengan asap, mesiu, pelarian dan penejaran.
Mas-Mas, Mbak-Mbak, Mammie dan Pappie. Semua orang pasti berubah, bergeser kesana dan kesini karena kita adalah bagian-bagian dari dunia yang lain.
Itulah Mas-Mas, Mbak-Mbak, Mammie dan Pappie. Yang saya mau coba katakan. Kalian dengarkah?
Mas-Mas, Mbak-Mbak, Mammie dan Pappie. Saya telah berbicara banyak sekali dan panjang sekali malam ini. Dan tidak hanya kepada kalian, tetapi juga kepada suami-suami kalian yang tidak ada disini, bahkan juga kepada Pappie yang telah meninggal. Aku harap ini bisa menjawab pertanyaan kalian semalam suntuk ini. Aku harap kalian telah mendengar dengan baik. Dengan baik. Dengan baik.
Nyonya Suryo : (MEMANDANG BAWUK, MENDEKATINYA DAN MENEPUK PUNDAKNYA) Wuk, sudah jam empat lebih. Kau pasti lelah setelah berbicara semalam suntuk. Kau jadi segera berangakat?
Bawuk : Ya, Mammie. Aku harus berangkat.
Nyonya Suryo : Itu sudah Mammie duga. Pergilah cari suamimu itu.
Bawuk : Ya, Mammie. Saya kira saya harus berangkat segera sebelum fajar. Saya tidak akan bangunkan Ninuk dan Wowok. Mereka sudah tahu kalau mereka harus tinggal. Titip ya, Mammie?
Nyonya Suryo: Tentu, Wuk!
(BAWUK PUN MEMINTA RESTU IBUNYA DAN SEGERA BERANGKAT)
Nyonya Suryo : Wuk, hati-hati, Nduk! Kau cari Hassan sampai ketemu ya?
Bawuk : Baiklah, Mammie.
***
scann 5
Tanah di halaman masih basah. Hujan baru saja berhenti sore itu. Angin yang menghembus membawa harum tanah yang baru menyerap air. Dari beranda depan, Nyonya Suryo mendengar cucu-cucunya membaca Al-Fatekhah denga bimbingan gurunya. Di pangkuannya masih tergeletak surat kabar sore yang memberitakan tentang pemberontakan PKI.
Guru mengaji : Iyyaka na budu waiyyaaka nasta”iin. Ayo dicoba, Ngger!
Wowok + : Iyyaka na budu waiyyaa...
Ninuk
Nyonya Suryo : Wuk, dimana kau sekarang? Tahukah kamu bahwa PKI telah berhasil dihancurkan? Banyak gembong PKI yang tertembak mati. Tahukah kamu? Nama suamimu termasuk didalamnya, Wuk!
Guru mengaji : Artinya, Ngger. Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.Ayo kita ulangi lagi, Ngger!
Wowok + : Iyyaka na budu waiyyaa...
Ninuk
Nyonya Suryo : Kini Hassan telah pergi. Dan kau, Wuk! Kau dimana, Nduk?
Guru mengaji : Ihdinash shirathal mustaqiim. Shirathalladziina an’amta ‘alaihim
+ Ninuk + ghairil maghdhuubi ‘alaihim wa ladhdhaalliin. Amin...
Wowok
No comments:
Post a Comment