Saturday, May 31, 2008

Sejarah Sastra Lama

Sejarah balai pustaka

Balai pustaka didirikan pada 22 september 1917
Balai pustaka atau kantor bacaan rakyat ( voor de volkslectuur) menggantikan komisi bacaan sekolah pribumi dan bacaan rakyat (commisie voor de inslandche school en volkslectuur) yang berdiri tahun 1908.

Dibalik sejarah kelam pendirian balai pustaka yang dilatarbelakangi masalah politik. Balai pustaka mempunyai peranan penting dalam melahirkan sastrawan-sastrawan dan menerbitkan buku-buku sastra dan pelajaran sastra bagi masyarakat Indonesia, terutama berkembangnya sastra modern.

Karya-karya yang terkenal pada masa balai pustaka
1. Azab dan sengsara (1920)
2. Siti Nurbaya (1922)
3. Muda Teruna (1922)
4. Asmara jaya (1928)
5. Sengsara membawa Nikmat (1928)
6. Salah Asuhan (1928)
7. Hulubalang raja (1934)
Karya-karya di atas semuanya menampilkan tokoh belanda sebagai dewa penolong (berperilaku baik)

SEJARAH PUJANGGGA BARU

Pujangga baru pada awalnya adalah nama sebuah majalah bukan nama angkatan. Majalah pujangga baru ini dikelola oleh Arjmin Pane, Amir Hamzah, dan Sutan Takdir Alisyahbana. Majalah ini terbit setiap dua bulan sekali. Malajah lain yang terbit seiring dengan pujangga baru adalah Panji Pustaka dan pedoman rakyat.
Tetapi pada perkembangannya akhirnya pujangga baru lebih pesat dan terkenal karena di dalamnya memberi ruang lebih luas untuk mengembangkan sastra. Sastrawan di seluruh pelosok banyak diberi tempat untuk mengenalkan karya mereka.

Pedoman rakyat lebih banyak menangkat masalah politik, social dan budaya (umum) sedangkan panji pustaka dianggap memasung kreativitas sastrawan.

Pujangga baru terbit pertama kali pada bulan juli tahun 1933. artikel yang mengangkat nama penerbit ini adalah “menuju seni baru” karya alisjahbana. “Kesusasteraan baru” karya armijn pane ini memperlihatkan keinginan sastrawan mengangkat sastra Indonesia agar terlepas dari sastra tradisional.






SEJARAH ANGKATAN 45 (NAMA ANGKATAN 45)
Fase pertama ditandai dengan munculnya tulisan jassin yang secara jelas hendak mengangkat chairil anwar sebagai tokoh sentral angkatan 45.
Fase kedua ditandai dengan pembelaan jassin terhadap penamaan angkatan 45 berikut sikap yang melandasi angkatan ini.
Fase ketiga ditandai dengan pembelaan jasssin terhadap sikap dan semangat angkatan 45 dengan gagasan humanisme universalnya.
Polemic nama angkatan dimulai ketika jassin menulis artikel “Kesusasteraan di masa Jepang” di dalamnya jassin mulai menyinggung nama chairil anwar. Sosok penyair yang belum genap 20 tahun pada masa itu, berani menulis dan mencipta karya universal. Chairil dikatakan sebagai sosok yang mendobrak dan pembaharu sastra Indonesia.
Kemudian rosihan anwar melansir pertama kali nama angkatan 45. yang sebnarnya adalah usul chairil anwar. Mengapa tidak 42, 43, atau 44? Chairil mengatakan 45 lebih tepat karena hubungannya dengan sejarah “momentopname”.

No comments: