terpaku mematung di hamparan pasir
lepas pandangan ke tengah lautan
kilau pantulan sinar sang malam
bagai kaca si kecil diombang-ambingkan
sang penguasa lautan
walau separoh
purnama tetap tinggalkan jejak di langit
pasir lembut paksakan aku tuk sekedar
sandarkan lelah tubuh ini
semakin malam angin semakin tunjukkan jatidirinya
genderang tetap meradang di telingaku
tawa riang si rambut pirang dan bau bir tak pernah reda
dari indera pendengaran dan penciumanku
Kau tetaplah pantai seperti pantai-pantai lain
hanya mereka yang membedakanmu
kusapa kau tiap senja, tak bosan rasanya rasakan
riak-riakmu, debur riangmu dan aromamu
masih kuingat senja tadi
kau rengkuh ratusan toge'-toge' kepelukanmu
diiringi teriak riang dan tepuk tangan
dari si putih, si hitam, si coklat
itulah senja yang kan pisahkan kita esok,
kau tetaplah kuta
kuta yang tak pernah tercemar
walau multi kultur tlah hiasi hari harimu
malam ini kutingkahi kamu
esok ku kan kembali, esok pula
aku tak sapa kembali
di bawah bulan separo malam ini
kusapa kau, moga esok kan kembali
kusapa kau untuk sajak-sajakku
di sini pula rinduku berpeluk
karena bayangmu selalu hadir menari
No comments:
Post a Comment