Indonesia raya berkumandang begitu bel tanda masuk dibunyikan.
Kutatap
wajahwajah penuh harapan.
Tegak dan gagah kalian lantunkan, sembari
memandang bendera di sudut ruang.
Kepalaku pening tibatiba angin
berputar merasuk dan membuncah suasana,
denging semakin kencang menyusup
di telinga
"Hukuman mati, koruptor, narkoba, polri, kpk, kurikulum,
pembunuhan, artis kawin cerai, pamer kekayaan, politik,
demokrasi
membusuk, bencana, kemiskinan, racun televisi"
Kutatap kembali
bendera diakhir lagu,
perlahan bendera itu turun setengah tiang,
kubuka
lebar mata, berkedip dan benar bendera itu berhenti setengah di sana.
Aku hanya bergumam tanpa bs kuucap
"PR mu semakin banyak di masa
mendatang anakanakku"
seiring syair "hiduplah INDONESIA RAYA.....
(28 Jan 2015)
Literasikan hatimu dengan membaca dan menulis karya. Hiasilah hidup dengan bersastra.
Friday, January 30, 2015
Kemana Anak-anak Surau Pergi?
Sayup meretas pekat menyusup bertengger pada sayap ngengat dan laron,
huruf hijaizah itu terlafal dengan mahraj yang menyejukkan. Suara parau
guru ngaji pada sebuah surau di pinggir hutan itu masih bertahan, walau
rintik masih menderas, angin makin tajam membuat gigil pada daun. Suara
serempak menirukan sang guru. Aku terdiam di sudut serambi menunggu
hujan usai, begitu damai mereka lantunkan. Langit terbuka tiba2 dengan
cahaya terang, lantunan itu melangit meruang.
"Masuk saja, mari duduk di dalam, sebentar lagi isyak"
"Pada ke mana anak-anak yang mengaji tadi?"
"Anak-anak yang mana mas? Hanya saya sendiri sedari magrib di sini"
"Trus tadi suara anak-anak yang mengaji menirukan.., siapa mereka?"
"Ah mas ini, saya azan dulu mas, kita jamaah, syukurlah ada mas, jadi aku bisa melaksanakan jamaah isya di surau tua ini, mas ambil air wudlu dulu ya"
aku hanya terdiam mematung memandang sekeliling.
"Masuk saja, mari duduk di dalam, sebentar lagi isyak"
"Pada ke mana anak-anak yang mengaji tadi?"
"Anak-anak yang mana mas? Hanya saya sendiri sedari magrib di sini"
"Trus tadi suara anak-anak yang mengaji menirukan.., siapa mereka?"
"Ah mas ini, saya azan dulu mas, kita jamaah, syukurlah ada mas, jadi aku bisa melaksanakan jamaah isya di surau tua ini, mas ambil air wudlu dulu ya"
aku hanya terdiam mematung memandang sekeliling.
28 Januari 2015
Surau yang ditinggalkan
"Duduk saja dulu, hujan belum reda di luar"
"Iya kyai, tapi mengapa hanya kyai sendiri, di mana warga yang lain"
"Pertanyaan yang sudah kuperkirakan akan mas sampaikan, semua sudah pergi mas, semua meninggalkan desa dan surau ini, aku bukanlah kyai seperti kiramu, aku hanya orang yang diamanati membersihkan dan menjaga surau ini mas, aku jg tidak tahu mengapa mereka tidak mau kembali dan tinggal di sini, bahkan anak, menantu dan cucuku sendiri ikut pergi mas" wajahnya menunduk.
"Maafkan saya Bapak, maaf bila panggil kyai tadi. Saya benar2 tdk mengerti .."
"Tidak apa-apa, semua orang yang berkesempatan mampir sholat di sini pun memanggiku kyai, mas" jawabnya.
"Bapak sendiri mengurus surau ini, tiada yang lain, terus bapak kerja di mana selain di surau?"
"Sudahlah mas, hujan sudah reda, tentu keluargamu menunggu"
"Insya Allah esok bila ada waktu saya akan jamaah dengan Bapak lagi"
Lelaki tua itu hanya tersenyum, perlahan ia mengantarku keluar surau.
"Bapak tidak pulang?, apakah Bapak akan tetap di sini?" Sambil kupakai jaket dan helmku
"Iya mas, aku tetap jaga surau ini. Rumahku di sudut desa setelah batas desa itu." Sembari menunjuk arah kesebuah tugu.
"Mari Bapak.. Saya pamit dulu, assalamualaikum.."
"Waalaikum salam" jawabnya
Kulalui desa yang sepi tanpa penghuni, tiba pada tugu batas desa kulirik ke kanan yang ada hanya kebun dan kulirik ke kiri sebuah rumah kecil di antara puluhan Nisan membisu basah kedinginan.
"Assalaualaikum ya ahli kubur"
Aku tengok spion motorku tak ada lagi batas desa, tak ada lagi rumah, surau pun tiada terlihat di sana.
Al fathekah.....
"Iya kyai, tapi mengapa hanya kyai sendiri, di mana warga yang lain"
"Pertanyaan yang sudah kuperkirakan akan mas sampaikan, semua sudah pergi mas, semua meninggalkan desa dan surau ini, aku bukanlah kyai seperti kiramu, aku hanya orang yang diamanati membersihkan dan menjaga surau ini mas, aku jg tidak tahu mengapa mereka tidak mau kembali dan tinggal di sini, bahkan anak, menantu dan cucuku sendiri ikut pergi mas" wajahnya menunduk.
"Maafkan saya Bapak, maaf bila panggil kyai tadi. Saya benar2 tdk mengerti .."
"Tidak apa-apa, semua orang yang berkesempatan mampir sholat di sini pun memanggiku kyai, mas" jawabnya.
"Bapak sendiri mengurus surau ini, tiada yang lain, terus bapak kerja di mana selain di surau?"
"Sudahlah mas, hujan sudah reda, tentu keluargamu menunggu"
"Insya Allah esok bila ada waktu saya akan jamaah dengan Bapak lagi"
Lelaki tua itu hanya tersenyum, perlahan ia mengantarku keluar surau.
"Bapak tidak pulang?, apakah Bapak akan tetap di sini?" Sambil kupakai jaket dan helmku
"Iya mas, aku tetap jaga surau ini. Rumahku di sudut desa setelah batas desa itu." Sembari menunjuk arah kesebuah tugu.
"Mari Bapak.. Saya pamit dulu, assalamualaikum.."
"Waalaikum salam" jawabnya
Kulalui desa yang sepi tanpa penghuni, tiba pada tugu batas desa kulirik ke kanan yang ada hanya kebun dan kulirik ke kiri sebuah rumah kecil di antara puluhan Nisan membisu basah kedinginan.
"Assalaualaikum ya ahli kubur"
Aku tengok spion motorku tak ada lagi batas desa, tak ada lagi rumah, surau pun tiada terlihat di sana.
Al fathekah.....
Tuesday, January 6, 2015
Pudar
tiada lagi kata lepas dari gandewa menjadi bait bait sajak
entah kapan purnama kan mengembang di tengah badai mendung
tak lagi mampu lukis sketsamu bahkan secuil senyum yang dulu bersemayam
pun kerling di mana aku temukan lukisanku di sana kini memudar
hanya rintik yang bercerita tentang malam
entah kapan purnama kan mengembang di tengah badai mendung
tak lagi mampu lukis sketsamu bahkan secuil senyum yang dulu bersemayam
pun kerling di mana aku temukan lukisanku di sana kini memudar
hanya rintik yang bercerita tentang malam
Saturday, January 3, 2015
Tahun Baru Nang
"Kamu tidak ke lapangan desa Nang?, bukankah kmrn lurah baru mengumumkan akan ada pesta kembang api.."
"Nang di rumah saja temani Emak, Nang pengen dekat sama Emak, Nang juga tidak tega Mak, diberbagai tempat ada musibah, masak Nang malah pesta"
"Syukurlah Nang kalau kamu bisa merasakan dan melakukan hal demikian, Mak bangga sama kamu Nang"
"Nang cukup dari amben sini sama Mak lihat laut, Nang pengen lihat langit nanti malam, masih ada yg tega berpesta di atas duka saudara kita Mak"
"iya Nang Mak ngerti maksud kamu"
"Mak nang juga pengen tahu, tahun baru ini Bapak pulang atau seperti lebaran kemarin, Bapak tidak pulang"
Mak memelukku tibatiba
"Bersyukurlah Nang, masih ada Emakmu saat ini, jangan kau pikirkan Bapakmu lagi.
"Nang di rumah saja temani Emak, Nang pengen dekat sama Emak, Nang juga tidak tega Mak, diberbagai tempat ada musibah, masak Nang malah pesta"
"Syukurlah Nang kalau kamu bisa merasakan dan melakukan hal demikian, Mak bangga sama kamu Nang"
"Nang cukup dari amben sini sama Mak lihat laut, Nang pengen lihat langit nanti malam, masih ada yg tega berpesta di atas duka saudara kita Mak"
"iya Nang Mak ngerti maksud kamu"
"Mak nang juga pengen tahu, tahun baru ini Bapak pulang atau seperti lebaran kemarin, Bapak tidak pulang"
Mak memelukku tibatiba
"Bersyukurlah Nang, masih ada Emakmu saat ini, jangan kau pikirkan Bapakmu lagi.
Subscribe to:
Posts (Atom)