Denting rinai dalam cawan hati berkabut
Celoteh rindu menginggau dalam letihku
kujemput rindu dan kutorehkan dalam sajakku
terkapar di relung hati yang purba,
merangkai sajak, menggumam lisan berderak
hingga kelu lidahku
kau maknai saja sajakku yang bertutur gagu
aku hanya ingin biarkan degup jantung kita yang bersahutan,
mencipta sajak baru
Pada mendung langit ini maknai sajakku
kepurbaan beku menyumbat di imajinasi
tersketsa alis matamu
sebait sajak luka yang mencoba sapamu
menjadi simphoni bara dan lara
Tapi tak ada sahut terdengar,
tiada tangan kau genggam semua kelam
kubayangkan angin membadai menyambar sukmaku
di sepanjang musim kurindui desah dalam sajakku
Sudah tak perlu lagi kau maknai sajak-sajakku
rumah bambu dan selimut sepi, teriris suara kicau diantara rasa
Kenangan kini menjadi sepotong syair
terdampar di tiap detak dan detik serta tanggal membisu
bersama pasir di pesisir menyisiri gemuruh badai nafasmu.
malam menjelma jeritan air mata
dan tak ada yang dapat memaknai sajakku
rindu itu menunggu, menjerit, menembus pucat cakrawala
hingga langit terkepak di sayap burung gagak
gerimis debarkan degup dengan mantra-mantra lelayu
terperanjat lalu menjerit saat malam berpeluk.
Sediakah rindu usang ini sejuk oleh bening rasamu
meski kata, frasa dan kalimat dalam sajakku.
Celoteh rindu menginggau dalam letihku
kujemput rindu dan kutorehkan dalam sajakku
terkapar di relung hati yang purba,
merangkai sajak, menggumam lisan berderak
hingga kelu lidahku
kau maknai saja sajakku yang bertutur gagu
aku hanya ingin biarkan degup jantung kita yang bersahutan,
mencipta sajak baru
Pada mendung langit ini maknai sajakku
kepurbaan beku menyumbat di imajinasi
tersketsa alis matamu
sebait sajak luka yang mencoba sapamu
menjadi simphoni bara dan lara
Tapi tak ada sahut terdengar,
tiada tangan kau genggam semua kelam
kubayangkan angin membadai menyambar sukmaku
di sepanjang musim kurindui desah dalam sajakku
Sudah tak perlu lagi kau maknai sajak-sajakku
rumah bambu dan selimut sepi, teriris suara kicau diantara rasa
Kenangan kini menjadi sepotong syair
terdampar di tiap detak dan detik serta tanggal membisu
bersama pasir di pesisir menyisiri gemuruh badai nafasmu.
malam menjelma jeritan air mata
dan tak ada yang dapat memaknai sajakku
rindu itu menunggu, menjerit, menembus pucat cakrawala
hingga langit terkepak di sayap burung gagak
gerimis debarkan degup dengan mantra-mantra lelayu
terperanjat lalu menjerit saat malam berpeluk.
Sediakah rindu usang ini sejuk oleh bening rasamu
meski kata, frasa dan kalimat dalam sajakku.