Satu jam sudah berlalu dalam dingin ruang AC bandara pada senja meremang. rintik satu-satu mulai membasah di landasan. Aku merasa ada pada ruang dimensi waktu yang tiada ingin rasa ini bernaung, hingga genderang asa memudar berirama bagai simfoni pilu birukan senja membasah seperti hujan di landasn pacu. dentuman detik tiap detak melirih sendu dan syahdu.
Menatap satu per satu pesawat landing dan takeoff, bagai dirimu yang lincah, perlahan terlukis parasmu dalam sajak-sajak pelangi kala sinar membias mendung senja itu. Terpecik rasa membahana ditelinga begitu jelas dan membuat luruh tulang-tulang penyangga tubuhku.
"Benarkah Kau akan segera pergi?, akankah Kau kembali dalam ruang bersamaku pada dimensi lain?"
"Mungkin, biarkan rasa bersemi dalam ilusi hati"
"Jangan, mengapa Kau biarkan bersemi dalam ilusi hati?"
"karena detik ini kan selalu berdetak seirama berselancar dalam rongga otot mengalir keseluruh tubuh hingga tersungkur hati dalam ilusi kepalsuan"
"Lalu, haruskah aku bertengger pada sayap kupu-kupu dan terbang bersamamu?"
"biarlah semua menetes seperti embun pagi berhias pelangi"
Kembali terhempas pada kursi tunggu diruang bandara AC kian gigilkan rasa, lalu mencekam badai yang tak kunjung berkesudahan, dendangkan simfoni rasa hingga pilu pun hinggap menyapa.
"Kau tak pernah mengerti dan tak mau mengerti, jiwa-jiwa hampa luluh lantak terkikis gelombang rasa dalam siluet senja"
Landing burung besi berwarna biru membungkam prahara kenistaan, kenangan dan harapan seakan menjadi bualan, terhapus-satu per satu mendekati saat akhir di kotamu.kepedihan kian terasa menjadi lebam sedu sedan hadirkan puing-puing bersama tutur lembutmu.
Pucat langit sesaat setelah peraduan tergelar bawa rembulan tanpa cahaya mengambang di atas langit Bandara. Fatamorgana kian menggelora, sebuah nama membawa gundah menyeruak dalam hingar bingar ilusi hati. Pahit pun bagai pedang kinine yang tajam mengharu membisu tatap samar bayangmu pada kaca ruang tunggu.
Membahana buyarkan lamunan panggilan untuk para penumpang segera menuju pesawat, melangkah perlahan tinggalkan kotamu, menari kembali kau dipelupuk mata berdendang alunkan simfoni rasa, perubahan tak akan terjadi.
Kutapaki tangga demi tangga menatap setapak yang kan kulalui, bisu beribu kata tak terucap sekelumit rasa tak mampu terungkap, kutoleh sesaat kotamu di akhir tangga, menjerit rasa menyeruak tak mampu paksa bibirku berucap satu kata.
Terhempas pada kursi biru, kembali kulayangkan pandangan keluar jendela, entah itu kamu atau siapa lambaikan tangan sesaat sebelum aku melayang dalam batas petang dan malam tinggalkan kotamu, tinggalkan ilusi hati pada fatamorgana senja.
1 comment:
Wow...Mantap sekali...Aku sangat suka dgn syair-syairnya.Terimakasih sudah berbagi.
Post a Comment