Aku susuri lorong labirin
teduh labirin dengan dinding kokoh
nyaman dari terpaan angin dan sergapan rasa
setiap jengkal dinding kusandari dengan damai
lorong labirin terkoyak
lalu pintu terbuka dan lepas
berjanji tanpa saling menyakiti
tanpa saling melukai
ternyata bayang-bayang tak pernah mau mengerti
ternyata tak pernah benar-benar pergi
bayang-bayang mengunjungi beranda
mengunyah remeh-remeh kedekatan yang tersisa
meneguk minuman pertemanan yang tidak selalu manis dan hangat
terkadang pahit dan bahkan membuat tersedak
namun keping-keping rasa selalu tersedia dalam stoples benak ini
aku temukan sesuatu berserak dalam diri
serakan serupa kepingan yang berasal dari patahan yang bernama hati
patahan yang senantiasa memunculkan luka
kupungut kepingan berserak itu bukan untuk kususun kembali
karena niscaya akan memunculkan retakan lebih dalam
kusimpan patahan itu dalam sisi hati sebagai kenangan
aku coba bersandar dalam dinding kesendirian
kepatahan yang memicu kesendirian menghampiri
menggigitku dengan ketajaman taring-taring kerinduan
mengapa aku gentar menghadapi kesendirian
kesendirian yang kuilhami sebagai konsekuensi rasa
kali ini aku gentar oelh kesadaran betapa getir
kesendirian itu sesungguhnya
No comments:
Post a Comment