Kupu-kupu terluka tertatih dalam temaram senja
"mengapa engkau tidak berkuda dengan pelana emas?"
sapa ngengat
kupu-kupu bersayap putih terpekur dalam gundah
"mengapa engkau tak lagi menyapanya!?"
pekik laron
kupu-kupu kertas itu pun luruh dalam duka,
"Ada hal yang tidak bisa kuungkap, seperti api pada kertas
tentang aku yang bertarung dengan sepi, bertarung dengan luka"
"menatap rindu yang kau ucap, selaksa tusukkan belati kata
hingga luka menganga"
kupu-kupu kertas membisu pada kenangan seribu luka
Literasikan hatimu dengan membaca dan menulis karya. Hiasilah hidup dengan bersastra.
Sunday, December 30, 2012
Thursday, December 27, 2012
Desah Duka
Pekat rajut malam semakin angkuh rengkuhku dalam bisu,
jika memang waktu masih beri aku kesempatan tuk selalu eja kata,
selalu saja namamu dan satu rasa yang kan kutulis dalam sajakku
Penat semakin mencumbu dalam desah duka,
ku eja kembali namamu pada malam, pada gerimis, dan pada hati
simpan segumpal rindu kupersembahkan pada suatu waktu
kusibak awan sekedar usir pucat di langit,
satu per satu kelopak langit tanggal dan menyembul wajahmu,
terangi langit sesaat, rintik cahyamu satu per satu rebah dalam pangkuanku
belum sempat kutimang cahya itu,
kupu-kupu putih rentangkan sayap bawa pergi,
seiring kunang-kunang redup temani kembali pekat bersama gerimis duka
jika memang waktu masih beri aku kesempatan tuk selalu eja kata,
selalu saja namamu dan satu rasa yang kan kutulis dalam sajakku
Penat semakin mencumbu dalam desah duka,
ku eja kembali namamu pada malam, pada gerimis, dan pada hati
simpan segumpal rindu kupersembahkan pada suatu waktu
kusibak awan sekedar usir pucat di langit,
satu per satu kelopak langit tanggal dan menyembul wajahmu,
terangi langit sesaat, rintik cahyamu satu per satu rebah dalam pangkuanku
belum sempat kutimang cahya itu,
kupu-kupu putih rentangkan sayap bawa pergi,
seiring kunang-kunang redup temani kembali pekat bersama gerimis duka
Monday, December 24, 2012
Cinta Kedua Shinta (prosa kontemporer)
"Mengapa Kau bawa aku wahai raja Alengka"
"Karena kamulah titisan Dewi Widowati, garis pakem yang menjadi jodohku"
Percakapan singkat Rahwana dan Shinta saat istirahat dari perjalanan panjang menuju Alengka.
Shinta seorang perempuan yang dipakemkan cantik sebagai bangsawan lambat laun merasa hatinya ada yang baru ketika berada dalam dekapan Rahwana. Rasa bosan selama 13 tahun berada di belantara tanpa keindahan layaknya seorang putri keraton, membayang dalam angannya akan segera berada di Kerajaan dengan keindahan akan ia rasakan lagi.
Wibisono kaget ketika tahu kakaknya telah membawa Shinta seorang putri sekaligus istri ksatria Rama yang tersohor karena tidak punya tahta justru sesaat setalah pernikahannya. kstaria yang ahli memanah tetapi dipakemkan tidak memiliki kerajaan.
"Kakak, mengapa engkau menculik shinta"
"Aku tidak menculiknya, kamu tahu Shinta adalah titisan dewi Widowati yang sejatinya adalah jodohku, selain itu aku juga membebaskan Shinta dari pakem hidupnya di belantara, akan kutempatkan Shinta sesuai pakemnya sebagai putri kerajaan"
"Kakak mencintai Shinta"
"kenapa mesti kamu tanyakan hal itu, hai adikku"
Shinta menitikkan airmata ketika mendengar percakapan mereka. Shinta menerawang keluar jendela menatap belantara, berada di kamar indah dengan segala kebutuhan sudah tersedia membuat Shinta kembali menjadi putri yang dulu pernah dirasakannya. Tidak pernah Ia mendengar pengakuan dari sosok laki-laki bahkan dari Rama, Kebahagiaan bersama Rama hanya saat pesta pernikahan setelah itu Rama ternyata bukanlah pewaris kerajaan sehingga Ia merasa dibohongi Rama.Bukan karena gila harta Shinta tidak menolak ketika dia di bawa Rahwana, Ia hanya ingin kewibaaan sebagai seorang putri, seorang perempuan yang mendapatkan kebahagiaan dari suami. Selama dalam pelarian tak sedikit pun kebahagiaan didapatnya karena mereka selalu bertiga beserta Laksmana adik iparnya.
Laksamana seorang adik yang dipakemkan menderita karena mendampingi kakaknya yang sebenarnya juga bukan kakak kandungnya karena dari selir Ayahandanya. Diam diam juga menaruh hati pada Shinta, berulangkali Laksmana menunjukkan sikap bukan sebagai seorang adik tapi sebagai seorang laki-laki yang mencintai seorang perempuan, hal itulah yang menjadikan shinta kuatir dan takut. Berada di tengah hutan bersama dua sosok laki-laki membuatnya tidak nyaman, maka ketika Rahwana tiba-tiba muncul menawarkan kebahagiaan padanya Shinta tidak menolak (hanya pura-pura menolak).
Senja itu kala lembayung merah memayung langit Alengka, Shinta berada di Taman Sari bersama empat dayang bercengkerama masuklah sosok putih serupa kera. Para dayang ketakutan berlarian, sementara Shinta hanya diam karena sudah terbiasa melihat hal aneh selama di belantara dulu.
"Paduka putri, hamba Hanoman suruhan paduka Rama untuk membawamu kembali"
"jangan Kau usik kebahagiaanku, kembalilah pada Ramamu, katakan aku masih suci tak tersentuh sedikit pun ragaku oleh Rahwana"
"Tapi, mengapa Paduka putri menolak kembali?"
"Pertanyaanmu hanya kan terjawab pada setiap perempuan, Hanoman"
Hanoman pun merenung sesaat sebelum akhirnya melompat kembali ke belantara, sesampai di hutan Ia pun beralih rupa yang ternyata tidak lain adalah Laksamana yang "Alih Rupa" kini Ia tahu bahwa Kakaknya Shinta hanya menginginkan kebahagiaan selain cinta dalam hidupnya. Ia pun mendengar bahwa kesucian Shinta masih seperti dulu hanya perasaan akan dirinya sebagai putri kerajaan itulah yang dicarinya.
Betapa Rama marah dan bimbang hatinya, mendengar laporan dari adiknya, Ia merenung mengapa pakem hidup yang harus dijalaninya berbeda dengan keinginannya sebagai seorang suami, sebagai seorang yang disegani harus dihina semacam ini, tidak hanya oleh Rahwana, tetapi Shinta pun telah menolak permintaannya pula.
"Kakak, bala tentara Rama telah mengepung kerajaan, kembalikanlah Shinta pada Rama Kakak"
"Wibisana aku tidak akan mengembalikan Shinta, karena Shinta adalah titisan Widowati jodohku, bagaimana denganmu, akankah berdiam diri Hai adikku?"
"Aku akan berperang, tapi bukan membela kakak atau pun membenci Rama, tapi aku berperang karena negaraku, karena tanah airku, aku tidak rela kedamaian negeriku terusik"
"berangkatlah adikku selesaikan tugas muliamu demi pakemmu sebagai kstaria"
Segala persiapan sudah dimatangkan, shinta dipindahkan ke ruang bawah tanah guna melindungi dari bahya kehancuran kerajaan.Rahwana sendiri yang mengantarnya
"Wahai raja Alengka minta maaflah pada suamiku kelak kau akan diampuni, karena aku bermimpi kau akan gugur dalam pertempuran ini."
"Wahai Shinta, surut bagiku untuk lari, sementara rakyat dan adikku sudah bertempur di sana, di luar sana. mengapa kamu tiba-tiba meminta aku untuk menyerah, dan kamu kuatir akan nyawaku?"
Tiba-tiba shinta memegang tangan Rahwana, Ia meminta Rahwana duduk dihadapannya, lalu dipegangnya pundak sang Raja.
"Aku menyentuhmu karena aku salut akan keberanianmu, aku salut akan cintamu, aku salut akan perjuanganmu, Hai Rahwana"
"T'lah aku tanggalkan sepuluh rupa titisan Ramanda Wisrawa dan Bunda Sukesi, aku takkan mengulangi kesalahan mereka, maka kuharapkan kerelaan dan keikhlasanmu wahai Shinta, lihatlah dengan nuranimu, aku bukanlah raksasa jahat yang selama ini dipakemkan, lihatlah dengan rasamu, maka akan kau temui lelaki dengan cinta dan sayang, Shinta apakah kamu juga mencintaiku?"
Shinta hanya menunduk, tetesan bening melintas seberangi ranum pipinya, kali kedua shinta menangis yaitu kala ia menikah dengan Rama, dan ini kala dia tidak bisa menjawab suara hatinya.
Rahwana tak tega melihat shinta menangis Ia pun segera keluar meninggalkan shinta.
"Hati-hatilah wahai raja Alengka"
"Aku akan kembali Shinta"
Belasan ribu balatentara siap menyerang, tinggallah dua pimpinan berhadapan di kereta kencana, Rama menitikkan airmata, begitu juga dengan Rahwana mereka tidak mengira hanya karena keinginan hati pada sosok Shinta akan membuat semuanya hilang, kewibawaan sebagai Raja, kewibaan sebagai ksatria.
"Wahai Rama, inikah keinginan pakem, bahwa mereka harus dikorbankan demi seorang Shinta"
"Wahai Raja Alengka, begitu berhargakah shinta bagimu sehingga kau pertahankan dan korbankan rakyatmu, aku telah peringatkan sebelumnya, aku belum dan tidak pernah memberi komando untuk penyerangan ini, kembali pakem telah dibelokkan.marilah kita duduk dulu"
Mereka pun duduk semeja dalam perundingan akan berkahir seperti apakah cerita ini kelak, mereka menyadari bahwa pakem hidup dan alur cerita telah berubah karena nurani.
"Wahai dua kstaria, wahai dua lelaki yang mencintaiku, aku bangga dengan kalian, aku bangga dengan cara kalian menyeleaikan permasalahan hati"
"Shinta" keduanya berucap dan saling pandang
"Kembalilah shinta kelak kan kubawa kembali kau keistana"
"Mengapa dirimu, dirimu yang dulu telah tiada Rama, kenapa kau bawa pasukan hanya untuk menjemputku, kenapa tidak kamu sendiri yang datang dan meminta pada Raja Alengka?"
"Shinta tak pantas kau berucap begitu" tiba-tiba Rahwana menyela
"Rama adalah suamimu, apapun yang ada dalam hatiku saat ini biarlah aku simpan biarlah aku pendam kelak pada titisan selanjutnya aku yakin kita kan menyatu, demi menebus dosa yang telah ayahanda wisrawa lakukan dan bunda sukesi alami, aku takkan mengulang kembali, aku memang mencintaimu, tapi rama lebih dahulu mengikatmu kembalilah pada suamimu"
"wahai raja alengka, kini aku menyadari kebahagiaan seorang istri kebagahiaan seorang perempuan adalah kebahagiaan hakiki yang harus dipenuhi, aku tiada mampu memberi kebahagiaan itu, dan aku tahu Shinta adalah titisan yang memang untuk kamu bukan untukku, maka aku relakan shinta wahai raja Alengka"
Shinta berlari memeluk kedua ksatria gagah dihadapannya, seluruh rakyat menyaksikan peristiwa itu dan meletakkan senjata mereka, tetesan darah tlah berganti dengan tetesan airmata, seiring lelehan airmata shinta yang tiada dapat berbicara apapun. kedua pasukan saling berpelukan layaknya dua saudara yang lama tak bertemu, saling bersalaman dan tertawa tanpa permusuhan.
Shinta berlari meninggalkan keduanya dan menutup pintu kamr rapat-rapat, isak shinta masih terdengar, berkecamuk dalam hatinya, kebimbangan telah melandanya.Ia hanya ingin kedamaian demi menyelamatkan ribuan nyawa yang akan bertarung, Ia juga tiada dapat memutuskan harus bagaimana bersikap pada dua ksatria yang sama-sama mencintai dan rela berkorban untuknya.
"Karena kamulah titisan Dewi Widowati, garis pakem yang menjadi jodohku"
Percakapan singkat Rahwana dan Shinta saat istirahat dari perjalanan panjang menuju Alengka.
Shinta seorang perempuan yang dipakemkan cantik sebagai bangsawan lambat laun merasa hatinya ada yang baru ketika berada dalam dekapan Rahwana. Rasa bosan selama 13 tahun berada di belantara tanpa keindahan layaknya seorang putri keraton, membayang dalam angannya akan segera berada di Kerajaan dengan keindahan akan ia rasakan lagi.
Wibisono kaget ketika tahu kakaknya telah membawa Shinta seorang putri sekaligus istri ksatria Rama yang tersohor karena tidak punya tahta justru sesaat setalah pernikahannya. kstaria yang ahli memanah tetapi dipakemkan tidak memiliki kerajaan.
"Kakak, mengapa engkau menculik shinta"
"Aku tidak menculiknya, kamu tahu Shinta adalah titisan dewi Widowati yang sejatinya adalah jodohku, selain itu aku juga membebaskan Shinta dari pakem hidupnya di belantara, akan kutempatkan Shinta sesuai pakemnya sebagai putri kerajaan"
"Kakak mencintai Shinta"
"kenapa mesti kamu tanyakan hal itu, hai adikku"
Shinta menitikkan airmata ketika mendengar percakapan mereka. Shinta menerawang keluar jendela menatap belantara, berada di kamar indah dengan segala kebutuhan sudah tersedia membuat Shinta kembali menjadi putri yang dulu pernah dirasakannya. Tidak pernah Ia mendengar pengakuan dari sosok laki-laki bahkan dari Rama, Kebahagiaan bersama Rama hanya saat pesta pernikahan setelah itu Rama ternyata bukanlah pewaris kerajaan sehingga Ia merasa dibohongi Rama.Bukan karena gila harta Shinta tidak menolak ketika dia di bawa Rahwana, Ia hanya ingin kewibaaan sebagai seorang putri, seorang perempuan yang mendapatkan kebahagiaan dari suami. Selama dalam pelarian tak sedikit pun kebahagiaan didapatnya karena mereka selalu bertiga beserta Laksmana adik iparnya.
Laksamana seorang adik yang dipakemkan menderita karena mendampingi kakaknya yang sebenarnya juga bukan kakak kandungnya karena dari selir Ayahandanya. Diam diam juga menaruh hati pada Shinta, berulangkali Laksmana menunjukkan sikap bukan sebagai seorang adik tapi sebagai seorang laki-laki yang mencintai seorang perempuan, hal itulah yang menjadikan shinta kuatir dan takut. Berada di tengah hutan bersama dua sosok laki-laki membuatnya tidak nyaman, maka ketika Rahwana tiba-tiba muncul menawarkan kebahagiaan padanya Shinta tidak menolak (hanya pura-pura menolak).
Senja itu kala lembayung merah memayung langit Alengka, Shinta berada di Taman Sari bersama empat dayang bercengkerama masuklah sosok putih serupa kera. Para dayang ketakutan berlarian, sementara Shinta hanya diam karena sudah terbiasa melihat hal aneh selama di belantara dulu.
"Paduka putri, hamba Hanoman suruhan paduka Rama untuk membawamu kembali"
"jangan Kau usik kebahagiaanku, kembalilah pada Ramamu, katakan aku masih suci tak tersentuh sedikit pun ragaku oleh Rahwana"
"Tapi, mengapa Paduka putri menolak kembali?"
"Pertanyaanmu hanya kan terjawab pada setiap perempuan, Hanoman"
Hanoman pun merenung sesaat sebelum akhirnya melompat kembali ke belantara, sesampai di hutan Ia pun beralih rupa yang ternyata tidak lain adalah Laksamana yang "Alih Rupa" kini Ia tahu bahwa Kakaknya Shinta hanya menginginkan kebahagiaan selain cinta dalam hidupnya. Ia pun mendengar bahwa kesucian Shinta masih seperti dulu hanya perasaan akan dirinya sebagai putri kerajaan itulah yang dicarinya.
Betapa Rama marah dan bimbang hatinya, mendengar laporan dari adiknya, Ia merenung mengapa pakem hidup yang harus dijalaninya berbeda dengan keinginannya sebagai seorang suami, sebagai seorang yang disegani harus dihina semacam ini, tidak hanya oleh Rahwana, tetapi Shinta pun telah menolak permintaannya pula.
"Kakak, bala tentara Rama telah mengepung kerajaan, kembalikanlah Shinta pada Rama Kakak"
"Wibisana aku tidak akan mengembalikan Shinta, karena Shinta adalah titisan Widowati jodohku, bagaimana denganmu, akankah berdiam diri Hai adikku?"
"Aku akan berperang, tapi bukan membela kakak atau pun membenci Rama, tapi aku berperang karena negaraku, karena tanah airku, aku tidak rela kedamaian negeriku terusik"
"berangkatlah adikku selesaikan tugas muliamu demi pakemmu sebagai kstaria"
Segala persiapan sudah dimatangkan, shinta dipindahkan ke ruang bawah tanah guna melindungi dari bahya kehancuran kerajaan.Rahwana sendiri yang mengantarnya
"Wahai raja Alengka minta maaflah pada suamiku kelak kau akan diampuni, karena aku bermimpi kau akan gugur dalam pertempuran ini."
"Wahai Shinta, surut bagiku untuk lari, sementara rakyat dan adikku sudah bertempur di sana, di luar sana. mengapa kamu tiba-tiba meminta aku untuk menyerah, dan kamu kuatir akan nyawaku?"
Tiba-tiba shinta memegang tangan Rahwana, Ia meminta Rahwana duduk dihadapannya, lalu dipegangnya pundak sang Raja.
"Aku menyentuhmu karena aku salut akan keberanianmu, aku salut akan cintamu, aku salut akan perjuanganmu, Hai Rahwana"
"T'lah aku tanggalkan sepuluh rupa titisan Ramanda Wisrawa dan Bunda Sukesi, aku takkan mengulangi kesalahan mereka, maka kuharapkan kerelaan dan keikhlasanmu wahai Shinta, lihatlah dengan nuranimu, aku bukanlah raksasa jahat yang selama ini dipakemkan, lihatlah dengan rasamu, maka akan kau temui lelaki dengan cinta dan sayang, Shinta apakah kamu juga mencintaiku?"
Shinta hanya menunduk, tetesan bening melintas seberangi ranum pipinya, kali kedua shinta menangis yaitu kala ia menikah dengan Rama, dan ini kala dia tidak bisa menjawab suara hatinya.
Rahwana tak tega melihat shinta menangis Ia pun segera keluar meninggalkan shinta.
"Hati-hatilah wahai raja Alengka"
"Aku akan kembali Shinta"
Belasan ribu balatentara siap menyerang, tinggallah dua pimpinan berhadapan di kereta kencana, Rama menitikkan airmata, begitu juga dengan Rahwana mereka tidak mengira hanya karena keinginan hati pada sosok Shinta akan membuat semuanya hilang, kewibawaan sebagai Raja, kewibaan sebagai ksatria.
"Wahai Rama, inikah keinginan pakem, bahwa mereka harus dikorbankan demi seorang Shinta"
"Wahai Raja Alengka, begitu berhargakah shinta bagimu sehingga kau pertahankan dan korbankan rakyatmu, aku telah peringatkan sebelumnya, aku belum dan tidak pernah memberi komando untuk penyerangan ini, kembali pakem telah dibelokkan.marilah kita duduk dulu"
Mereka pun duduk semeja dalam perundingan akan berkahir seperti apakah cerita ini kelak, mereka menyadari bahwa pakem hidup dan alur cerita telah berubah karena nurani.
"Wahai dua kstaria, wahai dua lelaki yang mencintaiku, aku bangga dengan kalian, aku bangga dengan cara kalian menyeleaikan permasalahan hati"
"Shinta" keduanya berucap dan saling pandang
"Kembalilah shinta kelak kan kubawa kembali kau keistana"
"Mengapa dirimu, dirimu yang dulu telah tiada Rama, kenapa kau bawa pasukan hanya untuk menjemputku, kenapa tidak kamu sendiri yang datang dan meminta pada Raja Alengka?"
"Shinta tak pantas kau berucap begitu" tiba-tiba Rahwana menyela
"Rama adalah suamimu, apapun yang ada dalam hatiku saat ini biarlah aku simpan biarlah aku pendam kelak pada titisan selanjutnya aku yakin kita kan menyatu, demi menebus dosa yang telah ayahanda wisrawa lakukan dan bunda sukesi alami, aku takkan mengulang kembali, aku memang mencintaimu, tapi rama lebih dahulu mengikatmu kembalilah pada suamimu"
"wahai raja alengka, kini aku menyadari kebahagiaan seorang istri kebagahiaan seorang perempuan adalah kebahagiaan hakiki yang harus dipenuhi, aku tiada mampu memberi kebahagiaan itu, dan aku tahu Shinta adalah titisan yang memang untuk kamu bukan untukku, maka aku relakan shinta wahai raja Alengka"
Shinta berlari memeluk kedua ksatria gagah dihadapannya, seluruh rakyat menyaksikan peristiwa itu dan meletakkan senjata mereka, tetesan darah tlah berganti dengan tetesan airmata, seiring lelehan airmata shinta yang tiada dapat berbicara apapun. kedua pasukan saling berpelukan layaknya dua saudara yang lama tak bertemu, saling bersalaman dan tertawa tanpa permusuhan.
Shinta berlari meninggalkan keduanya dan menutup pintu kamr rapat-rapat, isak shinta masih terdengar, berkecamuk dalam hatinya, kebimbangan telah melandanya.Ia hanya ingin kedamaian demi menyelamatkan ribuan nyawa yang akan bertarung, Ia juga tiada dapat memutuskan harus bagaimana bersikap pada dua ksatria yang sama-sama mencintai dan rela berkorban untuknya.
@kaliwungu 24 Desember 2012
Sunday, December 23, 2012
Kapan Kan Menepi
Hening syahdu mengalun, perlahan membisik suara manjamu,
kupijarkan pelangi disetiap rindu pada sayap kupu kupu putih,
mewarna silaukan hati yang berharap tergerai pelangi,
merasuk khas aroma tubuhmu dalam sukmaku
kusunting awan hitam berarak pucatkan hatiku,
redup semakin kerlip dalam pinangan kunang kunang
Kau lah Shinta dalam pewayangan
yang lelah dalam rimba perburuan cerita,
penat dalam memaknai pakem kehidupanmu
Rahwana bukanlah sosok menakutkan,
t'lah ia tanggalkan sepuluh rupa titisan wisrawa dan sukesi,
pandanglah dengan hati sucimu, kan kau lihat
sosok lelaki lembut penuh cinta
kembali kubiarkan rasa terjaga,
mengawal impian tetap sejuk dalam jalinan alur hati
entah kapan kan menepi
kupijarkan pelangi disetiap rindu pada sayap kupu kupu putih,
mewarna silaukan hati yang berharap tergerai pelangi,
merasuk khas aroma tubuhmu dalam sukmaku
kusunting awan hitam berarak pucatkan hatiku,
redup semakin kerlip dalam pinangan kunang kunang
Kau lah Shinta dalam pewayangan
yang lelah dalam rimba perburuan cerita,
penat dalam memaknai pakem kehidupanmu
Rahwana bukanlah sosok menakutkan,
t'lah ia tanggalkan sepuluh rupa titisan wisrawa dan sukesi,
pandanglah dengan hati sucimu, kan kau lihat
sosok lelaki lembut penuh cinta
kembali kubiarkan rasa terjaga,
mengawal impian tetap sejuk dalam jalinan alur hati
entah kapan kan menepi
Tuesday, December 18, 2012
Menggantung pada Ujung Daun
Perlahan secarik kertas kumal dan usang kubuka
rangkaian alur t'lah tertulis,
Kantuk semayamkan lelah, gigilpun enggan rebah
persimpangan malam ini terlalu indah untuk kulewatkan
walau embun kerinduan menggantung pada ujung daun
menunggu detik kan terjatuh lalu sirna kembali ke bumi
karena kau tiada lagi singkap makna embun kerinduan ini
rangkaian alur t'lah tertulis,
tak jua kau di sana
Jejak yang tertapak menghilang dari transkrip hati
kertas lusuh kembarakan kembali aku,
halaman penuh tanda tempat persinggahan
buka kembali kenangan, penjarakan mata dan hati, tuk sekedar
ingin tahu, "masihkah kamu di sudut lain memaknai sajak-sajakku?"
mendung semakin angkuh berkendara angin
tersingkap siluet hati pada rumpang malam,
lalu muncul wajahmu, rekah diantara rimbunan perdu ilalang
irama hati berdegup seiring detak
alunkan simponi rindu bagai "kebo giro" iringi pengantin muda
menjadi suguhan di pelataran hati, membuka jejakku dan jejakmu yang lalu
Kantuk semayamkan lelah, gigilpun enggan rebah
persimpangan malam ini terlalu indah untuk kulewatkan
walau embun kerinduan menggantung pada ujung daun
menunggu detik kan terjatuh lalu sirna kembali ke bumi
karena kau tiada lagi singkap makna embun kerinduan ini
@ 16 desember 2013
Thursday, December 13, 2012
Seteguk Luka
Bening embun di pucuk daun gelisah
berharap tak jatuh pada tanah basah
disela catatan hati tentang gerimis
tentang danau di matamu
bahkan dalam sunyi rindu tak menggema lagi
merayap rasa bersenggama dengan waktu
seperti pisau dalam tiap sunyi
mengiris dan menyayat rekahkan tanah tandus
di awal musim penghujan
melata kerinduan dalam segelas embun bening
membawa seteguk luka
berharap tak jatuh pada tanah basah
disela catatan hati tentang gerimis
tentang danau di matamu
bahkan dalam sunyi rindu tak menggema lagi
merayap rasa bersenggama dengan waktu
seperti pisau dalam tiap sunyi
mengiris dan menyayat rekahkan tanah tandus
di awal musim penghujan
melata kerinduan dalam segelas embun bening
membawa seteguk luka
Thursday, December 6, 2012
Pada Senja di Cipayung
Mengalir kata dalam sajak
menyusuri labirin hati,
membayang simpul mungil pada ranum pipimu
menghangat dalam bayang, genggammu
ketuk lorong-lorong kerinduan
Dalam samar kabut cipayung, mengalir kata dalam sajak,
menyusuri tiap detak,
mengalun seirama
rangkai sketsa hati
berharap pada senja di Cipayung
kan kau maknai sajak bisu tentangmu
menyusuri labirin hati,
membayang simpul mungil pada ranum pipimu
menghangat dalam bayang, genggammu
ketuk lorong-lorong kerinduan
Dalam samar kabut cipayung, mengalir kata dalam sajak,
menyusuri tiap detak,
mengalun seirama
rangkai sketsa hati
berharap pada senja di Cipayung
kan kau maknai sajak bisu tentangmu
Tuesday, December 4, 2012
Entah Pada Apa
Sunday, December 2, 2012
Menderas Kata di Ujung Hati
Pekat menggantung bulir merintik satu-satu,
menderas kata di ujung hati terangkai untukmu
menabur huruf menjadi suku kata dan kata mengabadikan detak
tiap detik tetangmu
Kau pun hadir di lereng hijau berkabut sisi barat daya gunung ungaran
meski hanya tersketsa, hadirmu sejukkan pagi di hamparan wortel memerah.
Kau membayang, membangun jembatan hati rangkai alur
sembari menggenggam satu kata yang tak terucap pada rasa
seperti bening embun yang tiada mampu bertahan di ujung daun
menetes, menyentuh, dan meresap
Masih saja ada kata yang tak mampu kupanjangkan,
aku tak ingin alur digresi runtuhkan jembatan hati
biarlah sajak rangkai kata, ada makna yang kan terungkap
entah kapan kau maknai bersamaku, bersama pagi,
bersama rintik menderas
menderas kata di ujung hati terangkai untukmu
menabur huruf menjadi suku kata dan kata mengabadikan detak
tiap detik tetangmu
Kau pun hadir di lereng hijau berkabut sisi barat daya gunung ungaran
meski hanya tersketsa, hadirmu sejukkan pagi di hamparan wortel memerah.
Kau membayang, membangun jembatan hati rangkai alur
sembari menggenggam satu kata yang tak terucap pada rasa
seperti bening embun yang tiada mampu bertahan di ujung daun
menetes, menyentuh, dan meresap
Masih saja ada kata yang tak mampu kupanjangkan,
aku tak ingin alur digresi runtuhkan jembatan hati
biarlah sajak rangkai kata, ada makna yang kan terungkap
entah kapan kau maknai bersamaku, bersama pagi,
bersama rintik menderas
Subscribe to:
Posts (Atom)