Tuesday, May 31, 2011

Sajak Akhir Mei

Kau kan tetap mewujud huruf,
suku kata, kata bahkan kalimat dari hatiku
seperti angin yang menyejukkan
ke dalam hutan, lautan bahkan ke padang tandus

kau kan tetap munculkan warna dan makna
karena kau adalah sumber makna
segala rasa ungkap suasana
segala candu ungkap rindu

Friday, May 27, 2011

Kumaknai perjalanan ini

Kumaknai perjalanan ini
sebab tak ada yang lebih gelap dari malam
menatap kelam dari jendela kereta
sunyi dari segala kata

kugubah gemerisik roda menjadi simphoni
derit besi bergesek antara sambungan kereta
kuletakkan kembali catatan dalam tiap dingin
menerpa menembus selimut kereta harina

membuncah rasa ingin lelapkan mata
tapi raga tak bicara leleh dalam duka
menggengam dalam pelukan bayang rindu

semua diam terlelap dalam kursi berjajar
membisu dalam balutan selimut hijau
tiba-tiba kau mengetuk jendela, tersenyum
dan sapaku seiring detak yang berdetik dipenghujung malam

sketsa bayangmu menjadi makna
memahat rindu bergemuruh sepanjang rel
terjemahkan dan maknai sajak bisu
merindukanmu dalam perjalanan malam

Wednesday, May 25, 2011

Sendiri di Peron Senja

Aku tulis sajak ini ingin menghampirimu
lewat stasiun senja tuk naik kereta rindumu
sedang senja memisahkan kita kala perjumpaan menyela
aku kan selalu tuliskan sajak untukmu

aku hanya bisa mengenang di rahim kehidupan
mengabadikan hasrat yang selalu meluap
jejak langkah membekas yang berderap
entah kemana langkah gontai ini kan
mencari sapamu

barangkali aku salah tafsirkan sorot matamu
rindu yang membuncah pernah satukan hati dalam gelas
hilangkan dahaga waktu, kini kau bawa lari entah
untuk siapa gelas itu kau berikan

waktu makin merangkak
tinggalkan aku sendiri di peron senja ini

Friday, May 20, 2011

Menunggu Ziarah Hatimu

meniti catatan hati
pada kalander bisu, pada detik yang berdetak
berakhir dipemakaman hati

menancap nisan rasa bersemayam dalam pilu
menunggu ziarah hatimu
kembang harum telah kau taburkan dalam
duka berkepanjangan

membuncah raga mati tanpa kata
tak mampu pecahkan pilu

kuberteriak dari kubur rasa
kau selalu balas bila dengar rintihku
tak pernah kau sambangi pekuburan ini
apalagi ziarah hatimu tanpa harapku

meniti catatan hati
pada kalander bisu, pada detik yang berdetak
berakhir dipemakaman hati

Tuesday, May 17, 2011

Di Pesisir kucari Jejakmu

Gerimis senja menyesakkan aroma pesisir
pada tepian aku termangu mengudar cerita lalu
tentang gejolak, tentang kepiting, tentang pasir
celoteh anak nelayan di sudut bangku malu-malu
bahkan tentang pemancing yang dengan gigih bertahan di deras
ombak dan hujaman gerimis

menangkap secercah putih melayang bergerak riang
sepasang kupu kupu putih sudutkan pandangan
kepiting berlari menuju lobang, sang bangau tertegun
pandang bongkahan kayu tertanam entah sejak kapan

suara itu, ya suara hujaman gerimis pada gelombang
semakin iramakan lara mengiris senja ini

di pesisir kali pertama kucari jejakmu
bekas tapakmu pun tak tertinggal larut
terseret ke tengah bersama sampan menari

seperti senja ini luruh jauh entah kemana
lamunan tentangmu, tentang kita dan tentang pesisir
dekap sepi sajak menjemput malam

Thursday, May 12, 2011

Rembulan tak Sempurna

Bulan separoh mengambang di biru malam
duka tertatih perlahan bawa rasa menggelepar
mimpi ini meniti malam dalam keheningan lara

masih aku rangkum cerita yang berlalu
masih saja rasa itu memberontak
selalu ingin mengajakmu duduk tuk selesaikan
sajak-sajakku

kini sajakku hampa tanpa roh
biarlah bulan separoh tak sempurna
daripada purnama mengambang pucat
pancarkan luka yang dalam memboreh awan

kerinduan kelabu

cerita itu tlah tertoreh dalam grafir keemasan
pada biru lembar-lembar kehidupan kita
perlahan menguning menuju kering
kelam meluruh selimuti harimu
setengah hati jingga menggemuruh
kepangkuan duka
pada suram senja
pada haru malam
tanpa bisa menahanmu pergi

bernaung pada langit tanpa cahaya
sendiri meluruh mengalir ke muara
berkabung pada kerinduan kelabu
biarlah cerita kemarin tetap menghias
pada sajak bisu tanpamu

Saturday, May 7, 2011

Menatap bening indah Korneamu

Menatap bening indah korneamu
sirna mendung yang berarak di atas hati
semua berlalu saat bening itu menyatu
sampaikan apa yang belum terungkap
karena gagap selalu menyela kata tanpa suara

dalam sajakku aku ingin memandangmu
serasa impian selalu sejukkan dagaha rindu

menatap bening indah korneamu
rembulan pun perlahan tersenyum terang
senyum itu takkan bisa lepas tanpa bening matamu
sepasang keindahan yang selalu ingin kupandang

dalam sajakku aku ingin kamu mengerti
ada kerinduan yang terus memaksaku
untuk menuliskan sajak tentangmu

Thursday, May 5, 2011

Syair dalam Simphoni Luka

pucat rembulan mengambang di atas pohon tua
redup penuh duka semakin kelam
berkeping dalam balutan awan hitam
padahal belum usai sajak kutulis tentangmu

taman itu makin suram
debur ombak pesisir masih mengiang
bersama buai angin pesisir hantarkan malam pada cerita

pucat rembulan mengambang di atas pohon tua
redup suram tanda berduka
lantunkan cerita malam tanpa purnama

rembulan merintih dalam senyum sajak duka
melantun syair simphoni luka
menganga tanpa bisa teriak
suara terkikis kelam di tengah pucat rembulan

Wednesday, May 4, 2011

Mengapa Masih Ku Tulis Sajak-sajak

Aku termenung ketika orang bertanya
"mengapa masih saja kau tulis sajak-sajakmu"
pada sepi yang tak bertuan

aku susuri setapak langkah pada bayang kehidupan
aku masih dapat melamun mencari senyum yang hilang
membakar semua kenangan yang tak sempat
kukemas dalam kotak kerinduan,
karena badai dan hujan telah terlanjur membawamu

aku punguti jejak pada tujuan,
berharap bisa bergandeng tangan lepas kerinduan
kau yang terbawa angin tak tahu lagi makna kerinduan
sedangkan pelangi masih saja kuharap lingkari bulan

Aku termenung ketika orang bertanya
"mengapa masih saja kau tulis sajak-sajakmu"
pada sepi yang tak bertuan
aku mencoba mengerti isyarat mendung pada langit
agar kutemukan pelangi lingkari bulan