Sore itu, jam mungil di dinding menunjukkan pukul 16.15 waktu Boja dan sekitarnya. Lima puluhan pengarang muda dengan ceria duduk bersila di sebuah pondok Baca "Guyub" pimpinan mas Sigit pengarang "Menyusuri Lorong Dunia". Acara pun di buka oleh Herry sang kreator. Satu per satu mereka mengutarakan latar belakang proses kreatif yang telah melahirkan buku tersebut. Buku yang di dalamnya memuat puisi dan prosa tersebut pun terasa tidak imbang dengan cara mereka menyampaikan argumentasinya. Aneh. atau memang mereka masih malu-malu untuk mencari kata apa yang harus mereka sampaikan?
Aku pun dengan asyik merusaha menelusuri tiap kata yang ada dalam buku tersebut.Tak terasa mereka telah usai dan herry pun meminta aku untuk mengapresiasi karya mereka.Mmemang melihat karya mereka tidak akan lepas dari dunia remaja. Tema remaja menjadi patokan utama dalam puisi-puisi yang mereka tulis. kiasan mereka buat dengan bantuan gaya bahasa yang lazim mereka gunakan. Personifikasi, metafora dan hiberbola menjadi andalan mereka, tetapi mereka terjebak dalam fantasi yang lemah. Surealisme berusaha mereka munculkan tetapi kekuatan belum begitu kuat. Merayap ke prosa aku pun melihat karya-karya yang begitu dangkal dipaksakan untuk di rangkai menjadi cerita yang beralur, tetapi sekali lagi berputar-putar dan seakan hambar hadir dalam kisah mereka. Ketidakberanian untuk memunculkan sesuatu yang kuat masih begitu jauh. seakan hanya mengalir seperti sebuah narasi biasa.
Yang lebih penting lagi adalah mereka terjebak dalam koridor sastra dan populer. Maksud saya, rangkaian diksi yang mereka gunakan lebih banyak menggunakan diksi bahasa remaja atau gaul. Dalam hal ini penting, lepas dari jenis karya apa yang mereka buat. Mereka harus yakin bahwa mereka akan berada dalam tataran sastra atau kah tataran populer.Saat ini saja ada teenlit yang jelas-jelas menjadi santapan pelajar yang populer dibanding dengan novel sastra.
Lepas dari itu semua. Angkat topi buat mereka. Langkah awal telah mereka tapakkan.Motivasi pun meluncur dari mulutku. Mas Sigit juga tidak capai menyambung apa yang telah kuuraikan. hanya satu kata. maju terus dan jadilah penulis kreatif. atau berhenti dan hancur harapan menjadi penulis andai kau hanya ingin "Donat Buat Kusno" ini sebagai prasasti mu.
Tak terasa begitu asyik diskusi azan maghrib pun menggema di sela-sela sayap kelelawar yang menyinggung daun di samping pondok maos Guyub. Kami pun mengakhiri dan saling berpamitan dan mudah-mudahan ketemu lagi dalam bedah karya selanjutnya.
Teriring doa untuk penulis muda tetaplah berjuang dan tetap menulis.
Terima kasih buat "Lereng Medini Press", Mas Sigit, Pondok Baca Guyub yang masih mempercayai saya untuk memberikan masukan dan berjuang bersama dalam membesarkan sastra di Boja.
1 comment:
Terima kasih Pak Didik atas komentarnya. Moga donat-donat yang lain segera dicipta dan menebarkan aroma di seantero Boja.
aku tulis catatan perjalanan dengan Wayan ke Boja. Bisa aku kirimkan dan pejengkan di sini?
Salam
Sigit
Post a Comment