Sunday, March 22, 2009

Profesor dan Sopirnya

"Cepat, nanti kita terlambat sampai ke Salatiga, Pak!, Ayo berangkat" ajak profesor
"Iya, Prof...!" jawab sang sopir

Percakapan di atas sering terdengar antara seorang profesor pakar pendidikan dengan sopir setianya. Undangan mengisi seminar, workhsop, dan pelatihan bagi calon sarjana, guru, bahkan mahasiswa s2 serta pemerhati pendidikan hampir setiap minggu selalu dilakukan dan tidak hanya di satu tempat. Minggu ini di kota magelang, minggu selanjutnya di Salatiga dan begitulah kehidupan Profesor dan sopir setianya.

Profesor selalu membaca saat berada di mobil guna menyiapkan bahan yang akan disampaikan, sehingga dalam mobil itu tidak hanya sopir dan profesor tetapi juga buku-buku menjadi penumpang lainnya.

Profesor selalu memberi kesempatan pada sang sopir untuk selalu mendengarkan setiap kali ia mengisi ceramah. Panitia tidak bisa menghalangi sang sopir untuk duduk dikursi peserta walaupun hanya di kursi sudut belakang, karena permintaan sang profesor. Begitulah setiap kali profesor berbicara sang sopir pun menjadi pendengar setia. Satu dua kali hingga akhirnya sang sopir hafal betul apa saja yang disampaikan tuannya.

Setiap kali selesai acara dalam perjalanan pulang sang profesor selalu berdiskusi dengan sang sopir, awalnya memang sang sopir ragu, tetapi atas desakan dan ajakan profesor untuk memberikan tanggapan dari proses seminar akhirnya sang sopir terbiasa berdiskusi dengan tuannya.Bahkan sang sopir berani mengkritik sang profesor.

Hari itu jadwal seminar di kota Kendal akan dilaksanakan pukul 08.00 Wib di Pendopo Kabupaten. Profesor datang atas undangan praktisi pendidikan dengan peserta dari pejabat dikpora baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat kecamatan, para guru, dan tenaga kependidikan lainnya. Hingga pukul 06.30 sang profesor merasa tidak nyaman dan ada yang aneh hari itu. Profesor mengeluh sakit pada lambung hingga mempengaruhi kerja darah dan merasakan pusing.

"Pak...., hari ini jadwal seminar di kota mana?" tanya sang sopir
"Hari ini kita ke Kabupaten Kendal..., tapi khusu hari ini kamu yang mengisi menggantikan saya"

Tersentak sang sopir mendengar kalimat tuannya.

"Tapi Pak? saya hanya lulusan SD, SMP saja tidak tamat... bagaimana mungkin saya harus ngomong dihadapan para sarjana dan guru Pak?"sanggah sang sopir

"Kamu kan setiap kali saya ceramah selalu mendengarkan di belakang..., nah hari ini materinya sama persis dengan seminar kemarin ketika di Ungaran" jawab profesor sambil mengambil Jas di lemarinya.

"Tapi.. Pak!" sergah sang sopir
"Sudahlah kamu pakai Jas ini dan saya akan memakai baju kamu.

"Nanti kamu tetap kendarai mobil ini bila menjelang tempat seminar aku yang gantikan."
"Iya Pak" jawab sopir dengan setengah hati

Akhirnya mereka tiba di pendopo kabupaten kendal, sang sopir yang telah menjelma jadi profesor disambut pejabat penting bahkan diajak berdiskusi singkat di ruang transit. sementara sang profesor yang telah berbaju sopir duduk di kursi paling belakang seperti halnya sopirnya.

Dag dig dug jantung profesor ketika sopirnya tampil di podium utama memaparkan makalahnya. Lega campur haru sang profesor tersenyum ternyata sopirnya mampu menjelaskan dengan lancar bahkan sama persis seperti apa yang sering ia sampaikan.
Tiba saatnya sesi tanya jawab. Ini adalah bagian yang paling ditakutkan profesor. Di luar dugaan profesor ternyata sang sopir mampu menjawab dengan lancar semua pertanyaan pada sesi pertama. Demikian juga pada sesi kedua sang sopir mampu menjawab 2 dari tiga pertanyaan peserta karena kebetulan pertanyaannya sama dengan pertanyaan yang ditanyakan peserta di kota kabupaten lain. Satu pertanyaan belum terjawab jantung profesor berdegup kencang karena memang pertanyaan ini baru muncul di Kabupaten Kendal.

"Baiklah hadirin, pertanyaan yang sangat bagus dan terus terang pertanyaan ini baru ditanyakan di Kota ini selama saya berkeliling tidak ada peserta yang bertanya pada masalah ini, jadi ini pertanyaan yang sangat bagus" jawab sopir sambil tersenyum

Profesor terperangah atas jawaban sang sopir, "bagimana mungkin dia menjawab, membaca bukunya dan mendengar jawaban saya juga belum pernah" pikir sang profesor

"Pada kesempatan ini, biarlah sopir saya yang akan menjawab" sambil menunjuk profesor yang duduk di kursi belakang.

Profesor kaget tetapi ia kagum dengan kecerdikan sang sopir, Ia pun dengan santai maju menuju mimbar dengan diiringi tatapan mata peserta. Ia pun menjawab dengan lancar karena sebetulnya Ia profesor yang asli. Tepuk tangan pun membahana ketika sopir yang sebenarnya profesor itu selesai menjawab dengan lancar.

"Hadirin sekalian, sopir saya saja bisa menjawab, apalagi saya.........." mengakhiri ceramahnya

Tepuk Tangan kembali membahana mengiringi turunya sang sopir dari mimbar, sang profesor tersenyum haru di belakang dengan linangan airmata yang melintas tanpa bisa dicegah.


Sekedar Perenungan
digubah seperlunya dari sisipan pidato tanpa teks Ketua PGRI Pusat
DR. Sulistyo, M.Pd

2 comments:

Dee said...

ceritanya sangat menarik pak..lam kenal ya

anazkia said...

Salam Kenal Pak...
Cerita ini, menggambarkan, bahwa semua orang boleh maju tanpa mengira status pendidikan. Selagi ia mau belajar dan peluang.