Pulanglah bersama awan,
sementara temaram
Bersandar malam
hati terlanjur menoreh duka
Pada seribu bahasa yang terucap,
Perjalananmu bukanlah harus tanpaku
Yang setia terjatuh untukmu
Demi kau bangun dan menjadi utuh
Milikku telah lenyap tertelan api jiwa
Membakar hasrat dan angan yang sebenarnya bualan
Agar kata orang ku tak angkuh dan legam
Karena hitamku sesungguhnya adalah karena dia
Melindungimu dari terik
Dan hujan bara yang menghantamku sendiri
Hingga redam raga ini
Musnah bercampur debu dan terbawa angin
Aku sesungguhnya telah mati!
Mati dalam mimpi!
Yang sebenarnya bisa kuraih...
Aku ingin menangis...
Tapi bukan darah yang tertumpah
Melainkan air mata
Yang kuteteskan perlahan
Agar kau paham,
Kita hanyalah pelaku dalam
lakon peradaban cinta
yang dikorbankan keadaan
No comments:
Post a Comment