Selimut jingga tlah tersingkap di ufuk timur. Jari jemari kakiku merangkak di lembutnya pasir, kucoba buang bayang bulan pagi ini. Aku tahu terlalu berlebihan apa yang kuinginkan. Tapi, salahkah apa yang aku lakukan?. aku merindukan bulan yang mampu terangi malam-malamku, mampu basahi keringnya mimpiku, kaulah lilin kecil yang pancarkan asa di tiap jengkal lelapku.
Segar udara pagi ini tetap tak mampu gairahkan tiap langkahku. sepasang kupu-kupu kasmaran diantara putik dan kembangsari, bercengkerama, dan bersenggama dengan mentari yang mulai menyengat. Kudengar mereka membicarakan tangis rembulan semalam. aku terhenyak.
"rembulan menangis dalam luka, aku baru tahu saat purnama lima hari yang lalu"
"Kapan itu?"tanya pasangannya
"Ia menangis hingga tak sadar saat mentari membentaknya tuk segera ke peraduan."
"Lalu kenapa bulan terluka?"
"bulan tlah redupkan sinarnya, walau hati kecilnya menangis "
Aku terhenyak untuk kedua kalinya.Kalau rembulanku bersedih, kenapa juga harus redupkan sinarnya. Aku sadar bahwa aku tak sempurna. tapi kurasa bukan itu alasanmu, aku ingin kau kembali kepangkuanku, ku ingin bercengkerama
dalam tiap detik waktu yang kita lalui.
"Lho Bulan yang meninggalkan kenapa juga bulan yang bersedih?"
"Seseorang itu begitu bulan cintai, tapi bulan tidak bisa apa-apa.bulan ingin bahagiakan, tapi bulan merasa bahwa cinta itu tidak seharusnya terjadi"
Aku merenung mendengar cerita mereka, kuselami kembali tiap deret cerita yang telah tertasbih dalam memori ingatanku.Kucoba stabilo tiap kejadian yang membuat bulan bahagia, bersedih atau pun bulan tertawa.
"Nang, cepat kemari, kamu laki-laki Nang! jangan memperhatikan kupu-kupu terus! malu dilihat orang!"
Buyar lamunanku mendengar bentakkan emak.
Bukannya aku menghilangkan kelelakianku dengan memperhatikan kupu-kupu. Aku hanya merasa Bulan kini sedang disayap kupu-kupu, mengeluh dalam tiap peluh kesedihannya.
No comments:
Post a Comment