Monday, August 11, 2008

Catatan Arina

Aku Arina.
Hidupku parah. Bahkan lebih parah dari anak tangga yang hampir roboh di depan tempku kostku. Orang tuaku, temanku, dan kekasihku. Hhh. Mereka hanya membuat jalanku semakin sukar untuk melangkah kedepan.

***

“Apa? kau ingin membunuhnya ? Kau sudah gila !”
Ia hanya mengangguk pelan. Orang ini memang gila bahkan sangat gila. Dan akupun mungkin begitu. Ia telah menularkan kegilaanya padaku. Dan itulah yang memperparah kehidupanku.
Aku tinggal di sebuah tempat kost yang cukup sempit(tidak luas maksudku). Bukan aku tak punya rumah atau tak punya orang tua, hanya saja aku malas tinggal dengan mereka. Tepatnya tidak betah. Yang mereka lakukan tiap harinya hanya bertengkar, dan bertengkar. Seolah tidak ada titik untuk mempertemukan mereka pada satu tempat.
Kini usiaku sudah 18 tahun. Akupun sudah berani, bahkan sangat berani mengambil keputusan. Aku kabur dari rumah, setahun yang lalu. Saat aku mulai masuk kuliah. Orang tuaku ? aku tak tahu. Mungkin mereka akan lebih leluasa bertengkar jika aku tak ada. Dan aku tidak memikirkannya. Anggap saja aku tidak punya keluarga. Toh, aku bisa menghidupi diriku sendiri dengan kemampuan yang aku miliki.
Aku suka menulis. Meskipun, yah, hasilnya tak seberapa. Yang penting cukup untuk makanku sehari-hari. Sedang uang kuliahku ? aku hidup dari beasiswa. Bukan sombong. Tapi aku memang cukup berprestasi sejak kecil. Hingga suatu hari aku bertemu dengan orang ini. Sejak saat itulah aku mulai bergelut dengan kehidupanku yang sebenarnya.
Takdir memaksaku untuk terus mengenalnya. Namanya Wisnu. Ia seorang homo. Sebuah kenyataan yang baru aku alami kali ini dan entah dengan alasan apa, kami memutuskan untuk menjalin hubungan lebh dari sekedar teman. Kami pacaran ? oh Tuhan. Padahal ia sama sekali tak tertarik pada perempuan. Aku tak tahu lagi jalan hidupku akan seperti apa .
Lalu untuk orang yang akan dibunuhnya itu ? Ia Bayu. Ia temanku bahkan lebih dari sekedar taman untukku..
“Nu, maksudmu ? kau pasti bercanda.”
“Tidak Rin, aku tidak bercanda”
“Lalu?”
“Aku tak tahan dengan kenyataan seperti ini, mungkin kau tak akan pernah mengerti. Kau selalu mengatakan, aku harus berusaha dan aku sudah mencobanya. Namun apa yang terjadi? aku semakin mencintai Bayu Rin. Aku semakin tak tahan menjadi manusia tak normal seperti ini. Biar saja sekalian orang lain menganggapku gila. Aku bukan orang waras Rin.”
“Tapi kau punya aku”
Langit seakan semakin kelam, sangat kelam. Diam memandang kami.
“Aku tak tahu “
Benar langit kini semakin kelam, bulanpun tak nampak, bintang apalagi. Aku tahu perasaanya aku hanya bisa menghiburnya .
Setiap kami bertemu, ia selalu mengatakan ini. Mungkin orang lain tak akan mengerti, bahwa seorang homo atau lesbi, bukanlah hal yang menjijikan. Akan tetapi . . . entahlah ! aku tak mengerti akan ini.
“Sudah malam. Aku ingin pulang.”
“Hati-hati”
Seperti biasa pukul 23.00 aku baru kembali ke tempat kosku. Mungkin berlebihan, tak pantas untuk seorang gadis sepertiku. Orang tuakupun pasti tak akan setuju jika tahu ini. Orang tua ? Sudahlah .
Kususuri jalan sepi ini sendirian. Langit, bintang tak kupikirkan. Yang ada dipikiranku kini hanya Wisnu, Wisnu dan Wisnu.
Aku tak pernah beranggapan yang ia katakan hanya bercanda. Aku tahu ia serius. Dan itu yang aku takutkan. Bayu ? aku takut Wisnu akan menemukannya dan . . . sudahlah. Aku tak hanya tak ingn Bayu mati, maklum, wisnu termasuk nekat untuk ukuran manusia biasa. Ia bisa melakukan apapun. Ia teramat mencintai Bayu. Hingga iapun tak segan mengatakan itu padaku. “Aku akan membunuhnya.”
Mungkin dengan begitu ia tak akan tersiksa lagi. Mungkin saja. Dan Bayu ? agaknya cinta Wisnu tak bertepuk disebelah tangan . . .
Mereka menjalin hubungan. Lalu hubunganku dengan Wisnu? kami hanya sekedar pacaran. Tanpa ada alasan apapun.
Aku hanya kasihan dengannya. Aku tak pernah menyukai apalagi mencintainya, tepatnya hubungan kami hanya untuk menutupi keadaan yang sebenarnya.
Malang sekali nasibku.

***
“Bayu ?!”
Tuhan, aku tak percaya dengan apa yang kulihat kali ini ? kutemukan sesosok lelaki tergeletak di depan pintu kosku. Tepat di atas anak tangga.
“Bayu! Apa yang terjadi?”
Kukoyak beberapa kalipun tubuhnya, ia tetap tak sadarkan diri. Tubuhnya lusuh penuh bau minuman.
“ Bayu.“
Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Teman satu kostku sedang pulang dan kini aku sendirian. Hanya dengan seorang Bayu yang tergeletak ini.
“Tenang ya “
Nampak ia setengah sadar. Mau tak mau aku harus merawatnya, bagaimanapun ia juga temanku dan aku tak habis pikir, jika ibu kost tahu, mungkin aku akan diusir dari sini. Hh, semoga saja tidak.
Pukul 00.00 agaknya malam akan semakin panjang. Aku teringat akan seseorang. Wisnu. Aku ingat akan perkataannya tadi “Aku akan membunuhnya”. Ada sedikit getaran juga disini. Kutatap wajah Bayu lekat-lekat. Sudah lama aku menyimpan perasaan ini. Sudah lama, bahkan sangat lama dan kini kulihat ia didepanku, didepan mataku, nafasnya naik turun. Wajahnya amat tenang, namun aku tidak bisa berbuat apapun.
Aku tak bisa mengatakan padanya. Apalagi Wisnu. Bisa jadi ia akan membunuhku.
Malam semakin merepat keperbatasannya. Bulan dan bintang tak nampak lagi. Dan agaknya akupun begitu. Malam ini. Detik ini. Mungkin dunia sedang terbalik dan aku tak akan lagi merasakannya. Dan akau harap memang demikian.

***
Tok tok tok . . .
Malam nampaknya tak akan sepanjng seperti apa yang aku bayangkan. Seolah baru sedetik aku tertidur, pintu tempat kostku berbunyi.
Whoaah, sebenarnya aku masih ngantuk berat.
Ada ada saja. Siapa yang akan mengunjungiku pagi-pagi begini? Wina teman satu kostku? tak mungkin Ia kembali sepagi ini.
Ceklek.
Dan hup ! tepat seperti dugaanku buka Wina ! tapi . . .deg !
“Pagi mbak, benar ini tempat tinggal mbak Arina?”
“Iya, ada yang bisa saya bantu ?”
Benar saja ! apa yang aku alami kali ini benar-benar sesuatu yang tidak lazim. Lain dari biasanya. Malam ini Wisnu tiba-tiba mengatakan pada ia akan membunuh Bayu. Setelah itu aku pulang ketempat kostku, aku menemukan Bayu terkapar di didepan pintu, dan kini saat aku mulai memejamkan mata dan beristirahat dengan tenang, tiba-tiba saja polisi mendatangiku. Hhh aku benar benar tak tau apa yang sedang terjadi padaku.
“ Silahkan masuk “
“Terima kasih mbak. Kami hanya mencari ini .”
Ia sodorkan sebuah foto berukuran 3× 4.
Ups ya tuhan itukan Bayu. Ini benar-benar keajaiban. Aku tak tahu harus mengatakan apa.
“Iya ada apa ?”
“Semalam ia membunuh seseorang dan menurut beberapa saksi ia lari kemari.”
Kini mulutku benar-benar tertahan. Bayu ada didalam.
Aku tak mungkin membohongi ketiga polisi ini dan aku juga tak mungkin menyerahkan Bayu begitu saja. Apalagi dengan alasan seperti ini, tapi apakah benar demikian? Bayu membunuh ? dadaku berdesir begitu saja.
Aku tak percaya ia membunuh, ia bukan orang seperti itu. Lagipula siapa yang akan di bunuhnya ? dengan alasan apa ? dadaku semakin berdesir tak karuan. Otakku kacau.
“Silakan masuk. Maaf berantakan.”
Aku tak bisa melakukan apapun.Dan aku hanya mengikuti alur saja. Apa yang akan terjadi selanjutnya.
“ Terima kasih . “
kupersilahkan polisi itu duduk, ditempat yang pasti ala kadarnya. Hanya beberapa kursi rotan dan meja yang tak pantas dianggap meja.
“Tunggu sebentar .”
Akhirnya aku menyerah juga. Aku tak mengakupun toh polisi tahu Bayu ada disini.
Kakiku melangkah gontai menuju tempat istirahat Bayu. Dan …
“Bayu !”
Oh tuhan. Ia tak ada.
“Ada apa mbak ?”
serentak polisi mengikutiku. Aku tak bisa melakukan apapun. Bayu tidak ada. Sementara kulihat, jendela kamarku terbuka, pasti ia melarikan diri .
“ Ia tak ada pak.”
Polisi menenangkanku. Pikiranku semakin kacau.
“ Tenang mbak nampaknya ada pesan buat mbak .”
Polisi itu menemukan sebuah kertas yang tergeletak di meja belajarku. Kubuka perlahan. Benar ini bayu. Tanganku gemetar.

Untuk Arina
Hai Rin, mungkin ini terakhir kalinya aku merepotkan mu ( jika tuhan menghendaki). tenanglah, jangan panik. Aku tahu kau sedang tersengal-sengal dan memikirkan kalimat yang pas untuk keadaan ini bukan? Sudahlah aku tahu, polisi pasti sudah mengatakan semua kepadamu. Dan aku harap kau mempecayainya, kau memang percaya bukan ? aku ini orang yang keji. Tak pantas kau sebut teman, apalagi lebih dari sekedar teman, aku yakin apa yang aku lakukan ini mungkin akan membuatmu membenciku selamanya. Tapi aku harap kau tahu mengapa aku melakukan hal ini.
Sekali lagi jangan panik dan katakan pula pada polisi itu, tak usah mencariku, karena aku tak akan lari, aku hanya pergi sebentar menjenguk temanku yang malang, yang telah mati karena tanganku sendiri. Ya. Orang itu adalah Winsu. Setelah ini aku akan jadi orang normal dan terlepas dari orang gila itu. Kaupun aku harap begitu.
Maafkan aku Rin. Maafkan aku.
Mungkin suatu hari nanti kita akan dipertemukan kembali dalam keadaan yang pasti jauh lebih indah dari ini. Kau menginginkan bukan ?
Aku tahu kau mencintaiku. Dan kau harus tau. Aku juga demikian.
Sudahlah aku pergi dulu, pemakaman Wisnu mungkin sebentar lagi. Kau juga, bagaimanapun ia kekasihmu.

Sekali lagi, katakan pada polisi itu, jangan mencariku, aku akan kembali.

Bayu.
Dadaku berdesir tak karuan, tubuhku lemas seketika mungkin inilah puncak ketidakberdayaanku selama ini. Semuanya terungkap sudah. Tentang Wisnu yang sangat tersiksa akan keadaan dirinya, tentang Bayu, dan yang pasti tentangku yang tak pernah mengerti akan kehidupanku sendiri.
* * *

“ Sudah siap sayang?“
Aku mengangguk. Akhirnya aku menyerah juga. Sore ini, setelah pemakaman Wisnu selesai orang tuaku datang. Nampaknya berita ini cepat menyebar dan aku ternyata tak bisa membohongi diriku sendiri. Aku sangat merindukan mereka. Sangat. Hingga akhirnya aku memutuskan tinggal kembali bersama mereka. Bagaimanapun, memang harus begitulah jalanku. Disitulah tempatku.
Mulai detik ini akan kumulai kehidupanku yang baru. Menjadi seorang Arina yang normal, menjalani kehidupan yang wajar, dan bukan Arina yang kekasih seorang homoseksual. Sementara Bayu, ia menyerahkan diri pada polisi tepat setelah pemakaman tadi dan aku tak tahu kapan lagi aku akan menemukannya.
Kali ini benar-benar ku akhiri kisah kelamku. Kututup pintu kostku rapat-rapat, kupandang sekitarnya. Aku pasti akan merindukannya. Ya. Aku akan sangat merindukan tempat ini.
* * *

Hhh. Langit perlahan mengarak awan jingga ke perbatasannya. Surya tenggelam perlahan. Dan aku, akan kuakhiri semuanya sekarang.
Ya. Catatanku berakhir sudah.
Wisnu, Bayu, dan yang pasti Ayah Ibuku, terimakasih. Kalian sudah mengajarkanku kehidupan yang sebenarnya.

Terimakasih.

No comments: