Kupu-kupu tlah terbang tinggalkan taman yang tak pernah membuatku bahagia.Kurebahkan tubuh yang lelah ini di bale-bale bambu buatan emak. kutatap langit-langit yang terus membisu tanpa sketsa apapun.Ku hitung tiap jengkal genting dengan hiasan sarang laba-laba yang selalu menjerat nyamuk dan serangga malam.
Dimanakah kamu sekarang wahai rembulanku, dilangitkah? dalam kurungan mentari? atau terbang bersama kupu-kupu? gelisah kembali menyeruak bersama desah nafas yang terus berpacu dengan detak jantungku.
" Nang, Mak mau tanya" tiba-tiba mengejutkanku.
"Ya, Mak"
" Emak kasihan sama kamu Nang, maukah kamu andai Emak ambilkan bintang untukmu"
"Bintang kan banyak, Mak!"
"ya tentunya Bintang yang terang to Nang"
"Tapi, aku belum bisa melupakan Bulan Mak,bulan begitu kuat mencengkeram tiap jengkal hati ini Mak"
"Nanti kan lama-lama bintang juga bisa kan Nang"
"Tapi Mak, aku takut bulan tahu"
"Nanti emak yang atur, biar bintang tidak bersamaan dengan bulan"
"Mana mungkin Mak?, Emak kok begitu sih, sejak kapan emak berpaling dari bulan. Bukankah emak juga suka bulan kan?"
"Maafkan Emak, Nang, memang emak suka bulan. Tapi emak hanya kasihan sama kamu."
"sudahlah, Mak. Biduk tlah berlayar, busur tlah terlepas, dan altar tlah dibangun. Aku tetap mencari bulan mak."
Rinai kembali menyeruak di kedua pelupuk mataku, bersamaan dengan isakkan Emak. Kulihat guratan pipi emak keemasan tersentuh lelehan rinai yang bergelayut manja.
"Maafkan aku mak, aku harus temukan bulan demi kebahagiaan ku dan bhaktiku pada emak, dan bulanlah yang tlah mampu beri semangat bagi hidup emak."
Tak kudengar jawaban emak, hanya hembusan angin dari tirai kamar yang di kibas emak kala meninggalkanku.
No comments:
Post a Comment